Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/04/2013, 09:46 WIB

KOMPAS.com — Setelah beberapa lama menjadi misteri, akhirnya para ilmuwan berhasil mengungkapkan mengapa sunat pada pria bisa menurunkan risiko penularan HIV.

Dalam studi yang dimuat dalam jurnal mBio, para ilmuwan menjelaskan bahwa perubahan populasi bakteri yang hidup di sekitar penis akibat tindakan sunat menjadi alasan di balik rendahnya risiko tertular HIV.

Menggunakan teknologi teranyar sehingga pengurutan gen dari organisme lebih cepat dan mudah diakses, peneliti melakukan analisis secara mendalam pada gen dari mikroba yang berada di sekitar penis. Sebanyak 156 pria Uganda yang disunat saat dewasa menjadi responden dalam penelitian ini. Mereka memberikan sampel sebelum sunat dan setahun setelahnya.

Meski tak ada perbedaan signifikan pada komunitas bakteri sebelum sunat dan setelahnya, tetapi pada kurun waktu 12 bulan kemudian, pria yang disunat memiliki jumlah bakteri yang bisa bertahan di kondisi beroksigen rendah (anaerob) lebih sedikit dan bakteri yang perlu oksigen (aerob) lebih banyak.

Secara umum, pria yang disunat memiliki jumlah bakteri 33 persen lebih rendah sehingga berpengaruh pada kemampuan tubuh dalam melawan infeksi seperti HIV.

Jumlah bakteri yang tinggi, seperti pada penis pria yang tidak disunat, akan mengaktifkan sel Langerhans di permukaan kulit. Sel-sel ini juga ditemukan di seluruh permukaan kulit manusia dan normalnya bertindak sebagai lini pertama pertahanan tubuh melawan patogen.

Dalam kondisi aktif, sel Langerhans ternyata justru mempermudah penularan HIV dengan menarik sel-sel spesifik yang ditargetkan oleh HIV, yakni CD4 dan sel T, kemudian mengikatnya. Sehingga, sel-sel yang sehat justru menjadi sasaran mudah dari HIV.

"Telah terjadi revolusi pada pemahaman kita akan mikroba. Mikroba sebenarnya sama seperti halnya sistem organ yang lain dan kita baru sampai pada permukaan untuk memahami kaitan antara mikroba dan sistem imun," kata Lance Price, yang melakukan riset ini.

Studi sebelumnya juga menunjukkan bahwa perubahan populasi bakteri di usus, misalnya, berdampak pada risiko obesitas. Studi lain juga menemukan kaitan yang kuat antara komunitas mikroba dan faktor risiko kanker, asma, serta penyakit kronis lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau