Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 01/10/2013, 18:53 WIB
Penulis Wardah Fajri
|
EditorAsep Candra

KOMPAS.com - Sepanjang Oktober biasanya berbagai pihak mulai sibuk menggelar program kampanye peduli kanker payudara. Tak ada yang salah dengan aktivitas ini. Hanya saja, jika ingin menekan jumlah penderita kanker payudara di Indonesia, kampanye sebaiknya jangan hanya ramai di bulannya kanker payudara ini, apalagi sebatas seremonial semata.

Menurut dr Alfiah Amiruddin, MD, MS, Konsultan Ahli Bedah Payudara Rumah Sakit Mitra Kemayoran dan Rumah Sakit Royal Taruma, kondisi di Indonesia memprihatinkan. Kampanye peduli kanker payudara hanya didengungkan pada Oktober, dan sebatas seremonial. Berlatar pengalamannya selama 10 tahun menjadi konsultan di luar negeri, dr Alfi membandingkan kondisi yang lebih baik di sejumlah negara.

"Di Thailand, kampanye peduli kanker payudara tidak pernah padam, dan selalu digaungkan di sekolah, di stasiun, di mana saja. Mereka menggunakan flyer, brosur untuk memberikan edukasi. Di Inggris, di segala penjuru ada kampanye peduli kanker payudara. Sementara di Indonesia, kampanye semacam ini hanya terjadi pada Oktober dan hanya seremonial, setelahnya tidak ada lagi," ungkapnya saat jumpa pers 'We Heart Pink', kegiatan penggalangan dana peduli kanker payudara kerjasama Pink Shimmerinc dan Kitchennette, di Jakarta, Selasa (1/10/2013).

Ia mengatakan, kepedulian berbagai pihak untuk memerangi kanker payudara, berkaitan dengan banyak hal. Bukan hanya menentukan seberapa sering kampanye dilakukan, tapi juga berdampak pada penurunan angka kasus/jumlah penderita kanker payudara.

Berkat kepedulian yang tinggi, dan seringnya kampanye peduli kanker payudara dilakukan, negara tetangga menunjukkan penurunan tren. Namun yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya, terjadi peningkatan tren kasus kanker payudara.

"Singapura, Malaysia, Australia, trennya menurun, sementara Indonesia meningkat. Stadium penderita kanker payudara juga semakin dini," ungkap Alfi.

Edukasi
Alfi mengatakan Indonesia merupakan satu dari negara berkembang yang mengalami peningkatan tren kasus kanker payudara. Dulu, kasus kanker payudara banyak ditemui di Amerika Serikat.

Meningkatkan kasus kanker payudara di Indonesia kemudian melahirkan banyak inisiatif dan berbagai bentuk kampanye. Menurut Alfi, isu setiap kali kampanye adalah deteksi dini.

Isu ini memang masih menjadi perhatian karena diharapkan penderita bisa mendapatkan perawatan sedini mungkin. Pada usia berapa kanker payudara terdeteksi dan perawatan apa yang sebaiknya diberikan sangat menentukan peluang hidup penderitanya.

"Penderita kanker payudara yang terdeteksi pada stadium satu dan dua memiliki peluang 96-98 persen untuk bertahan. Sementara mereka yang terdeteksi stadium empat, peluangnya 17-18 persen," terangnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+