Pakar imunologi dari University of Massachussets Medical School yang menangani kasus tersebut, dr Katherine Luzuriaga, mengatakan, penanganan awal dengan kombinasi obat antiretroviral (ARV) yang potensial dapat menjaga virus tidak berkembang di dalam tubuh anak itu.
Para dokter mengaku masih ragu untuk menyatakan anak itu benar-benar sembuh. Namun menurut laporan terbaru yang dimuat dalam New England Journal of Medicine, tidak ditemukan virus yang bereplikasi secara aktif dalam sistem tubuhnya. Anak itu bahkan sudah berhenti mengonsumsi obat sejak usia 18 bulan.
Beberapa tes menunjukkan indikasi keberadaan virus yang sangat rendah dalam darah anak itu. Namun, dokter belum dapat memastikan apakah hasil itu adalah "false positive" atau hanya sisa dari virus yang telah dimusnahkan.
"Jika yang terdeteksi itu adalah sisa virus, maka pertanyaannya adalah apakah mereka bisa hidup kembali. Untuk itu, kami menyebutnya sebagai remisi karena kami mengikuti anak itu dalam periode waktu yang lama untuk mengetahui apakah tubuhnya dapat mengontrol virus tanpa bantuan obat," papar Luzuriaga.
Kasus ini lantas tercatat sebagai remisi HIV pertama pada anak. Temuan ini awalnya dipresentasikan pada bulan Mei selama pertemuan ilmiah di Atlanta dan terus diperbarui untuk menambah detailnya.
Menurut dokter anak yang menanganinya, dr Hannah Gay dari University of Mississippi Medical Center, anak itu diberikan penanganan HIV sejak 30 jam setelah kelahirannya.
Luzuriaga mengatakan, dokter umumnya memberikan ibu dengan HIV positif melalui dua pengobatan ARV untuk mencegah transmisi virus pada janinnya. Setelah proses persalinan, bayi kemudian langsung dites untuk HIV dan diberi pengobatan begitu diketahui bahwa terdapat virus di dalam tubuhnya.
Namun, dalam kasus anak ini, sang ibu sebelumnya tidak diketahui terjangkit HIV, begitu pula dengan anaknya begitu dilahirkan. Inilah yang membuat Gay sesegera mungkin memberikan pengobatan ARV.
Gay juga memilihkan kombinasi tiga obat ARV guna meningkatkan kemampuannya, dan memberikannya hingga anak itu berusia 18 bulan. Menurut Luzuriaga, hal ini dilakukan guna menjaga virus tidak menjadi resisten terhadap obat apa pun sebelum hilang dari tubuh si anak.
Lebih lanjut, Luzuriaga menjelaskan, ada dua faktor yang berperan penting dalam mencegah HIV merusak sistem imun, yaitu waktu dan pengobatan. Semakin dini diberi pengobatan ARV, semakin besar peluang untuk "sembuh".
Berdasarkan kasus anak perempuan itu, studi lanjutan akan dilakukan dengan metode pemeriksaan dini untuk memastikan bahwa pendekatan tersebut dapat dilakukan pada semua bayi yang terinfeksi HIV.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.