Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/01/2014, 09:44 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com – Gizi menjadi faktor penting yang turut menentukan sekitar 30 persen keberhasilan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tanpa gizi yang tercukupi, sangat tidak mungkin seseorang memiliki kesehatan yang baik. Akibat gizi buruk, seseorang menjadi rentan menderita berbagai penyakit, baik menular maupun tak menular.
 
Infeksi penyakit yang lebih mudah terjadi berisiko menyebabkan keuangan JKN jebol, akibat tingginya biaya pengobatan yang diperlukan.

“Sekarang kita memang belum menghitung berapa kerugian akibat gizi yang tidak tercukupi. Namun kerugian ini pastinya besar, karena kecukupan gizi berefek jangka panjang dan meliputi berbagai usia,” kata Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, Anung Sugihantono.

 
Sayangnya kendati JKN sudah resmi dilaksanakan, masalah gizi masih menjadi problem di Indonesia terutama pada anak. Padahal, kecukupan gizi pada anak menentukan proses tumbuh kembangnya ketika dewasa. Bila anak mengalami masalah gizi maka proses tumbuh kembang tak berjalan dengan baik, sehingga berbagai penyakit lebih muda menginfeksi, saat ini maupun ketika dewasa.
 
Anung mengatakan, masih ada 20 kabupaten yang mengalami masalah kekurangan yodium. Kabupaten ini tersebar di beberapa propinsi, antara lain Papua dan Jawa Tengah. Selain itu masih ada 37,2 persen anak Indonesia bertubuh pendek, yang mengindikasikan kurangnya asupan gizi yang diterima.
 
Jumlah balita kurus di Indonesia juga terus meningkat, kendati dalam persentasenya menunjukkan penurunan yaitu dari 13,6 % menjadi 12,1 %. Namun di sisi lain Indonesia mengalami kelebihan gizi, terutama di daerah urban sebesar 11,31 persen.
 
Gizi, kata Anung, sebetulnya tidak menjadi masalah seandainya orang Indonesia terbiasa berperilaku sehat salah satunya dengan memilih asupan bergizi dan menu seimbang. Tapi kesadaran tersebut tampaknya masih minim, yang dibuktikan dengan pilihan menu masyarakat yang didominasi karbohidrat. Sementara asupan gizi lain lainnya yang bersumber dari nabati dan hewani memiliki persentase yang lebih kecil.
 
Padahal, asupan karbohidrat berlebih akan disimpan sebagai lemak yang berisiko meningkatkan berat badan dan menimbulkan berbagai penyakit degeneratif di kemudian hari, seperti diabetes dan jantung. Asupan dominan karbohidrat, terutama yang sederhana, juga berisiko menyebabkan diabetes akibat kadar gula darah yang naik-turun. 
 
“Data kita menunjukkan, konsumsi karbohidrat Indonesia terus naik sejak 2009 hingga mencapai 118 persen. Sedangkan konsumsi lain hanya mencapai 67 persen untuk nabati dan 60 persen untuk hewani. Hal ini patut disayangkan mengingat 57 persen belanja rumah tangga orang Indonesia digunakan untuk makanan, dengan 13,6 persen habis untuk pangan instan dan olahan,” kata Anung.
 
Minimnya konsumsi makanan nabati maupun hewani mengindikasikan rendahnya asupan protein, vitamin, mineral, yang merupakan komponen pembangun daya tahan tubuh. Hal ini juga menandakan kecilnya asupan asam amino esensial bagi tubuh, yang penting sebagai zat pembangun selama tumbuh kembangnya. Kurangnya asupan ketiganya menandakan rendahnya sistem imun sehingga tubuh lebih mudah sakit.
 
Menghadapi hal ini, Anung menyarankan orangtua sedini mungkin memperkenalkan buah, sayuran, dan asupan hewani bagi anak. Sedangkan untuk makanan instan bisa ditunda hingga anak beranjak besar. Kecukupan gizi akan menjamin tumbuh kembang dan kesehatan anak hingga dewasa.
 
“JKN berlandaskan upaya preventif salah satunya dengan gizi. Bila gizi cukup, anak akan tumbuh sehat dan tidak mudah sakit. Hal ini tentu baik, karena JKN tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pengobatan. Namun hal tesebut membutuhkan perubahan perilaku, dengan masyarakat berperan utama,” kata Anung.
         
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau