Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/08/2014, 10:57 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com -
Dunia kehilangan aktor dan komedian besar Robin Williams yang ditemukan tewas Senin (11/8/2014) siang waktu setempat. Williams yang meninggal di usia 63 tahun itu dikenal dengan karya-karyanya yang mendunia, salah satunya film Patch Adams yang dapat dijadikan pelajaran oleh para dokter di seluruh dunia.

Film yang dibintangi Williams di tahun 1998 tersebut merupakan film semi-biografi dari dr Hunter "Patch" Adams yang diambil dari buku Gesundheit: Good Health is Laughing Matter. Meskipun banyak menuai kritik, film ini menjebol box office dengan keuntungan dua kali lipat daripada biaya produksi untuk peredaran di Amerika Serikat saja.

Dalam film tersebut diceritakan kisah mahasiswa kedokteran bernama Patch Adams yang pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa karena depresi. Adams banyak belajar dari pasien rumah sakit tentang bagaimana sesungguhnya membantu kesembuhan pasien. Ia pun memutuskan untuk menjadi dokter dan memulai pendidikan dokter di College of Virginia.

Selama menjadi mahasiswa kedokteran Adams banyak mempertanyakan prinsip perawatan terhadap pasien. Ia diajarkan bahwa dokter harus menempatkan pasien sebagai pasien, bukannya membangun ikatan dengan mereka. Padahal ikatan terhadap pasien sangat penting untuk membangun pendekatan psikologis terhadap pasien.

Adams percaya, mengobati pasien tidak cukup hanya dengan pendekatan medis tetapi juga psikologis. Misalnya ia masuk ke bangsal anak-anak penderita kanker dengan melucu. Anak-anak dengan kepala plontos yang tadinya terbaring lemah dengan wajah pucat dan sayu kemudian bisa tertawa dan bersorak berkat kehadiran Adams.

Ia juga memiliki pemahaman, tujuan seorang dokter tidak hanya menyembuhkan pasien atau mencegah kematian, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup pasien. Karena keyakinannya itulah Adams harus bertentangan dengan pengajar-pengajarnya yang merupakan dokter senior, berpengalaman, dan bergelar profesor. Ia pun disidang untuk menentukan apakah ia tetap diizinkan kuliah atau harus dikeluarkan.

Di sisi lain, ia mendapat dukungan dari teman-teman dan perawat di rumah sakit. Sayangnya itu saja tidak cukup untuk mempertahankan statusnya sebagai mahasiswa kedokteran. Ia akhirnya dikeluarkan dari sekolah kedokteran. Namun dengan tekadnya yang kuat untuk berkontribusi terhadap kesehatan pasien, ia tetap mendirikan klinik dan berpraktik kedokteran tanpa surat izin.

Pendekatan yang dilakukan dalam praktiknya adalah pada kemanusiaan, komunikasi, empati, namun tetap mengedepankan etika, profesionalisme dan kompetensi seorang dokter. Dengan mendekatan ini, pasien merasa puas dan kliniknya pun menjadi buah bibir.

Hingga kini, Adams masih meneruskan menjadi dokter dan memberikan terapi bagi banyak orang di banyak negara di seluruh dunia. Bahkan ia melakukan tur yang melibatkan banyak relawan demi menyembuhkan orang yang sakit fatal, miskin, dan pengungsi.

Begitulah seharusnya seorang dokter bersikap, didasari jiwa mulia dan tanpa pamrih membantu orang lain. Atas dasar itu, seharusnya setiap dokter bisa mengobati pasien tanpa mengorbankan sikap ramah dan santai terhadap pasien. Alangkah baik bila setiap dokter dapat menyebut nama pasien, sebab pasien adalah seorang pribadi bukan sekedar sebuah kasus penyakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau