Data terbaru yang dikeluarkan Federasi Diabetes Internasional (IDF) tahun 2014 menunjukkan, 9,1 juta masyarakat Indonesia hidup dengan diabetes. Sekitar 70 persen dari total kasus diabetes tidak terdiagnosa dan biasanya baru diketahui setelah timbul komplikasi.
Menurut Prof.Achmad Rudijanto, Sp.PD-KEMD, ada beberapa faktor yang menyebabkan banyak kasus diabetes tak terdiagnosa. "Minimnya pengetahuan masyarakat dan juga salah informasi membuat banyak orang tak mengenali gejala diabetes. Misalnya, orang yang tadinya gemuk lalu menjadi kurus malah senang. Atau, dia sering pipis karena mengira itu akibat banyak minum. Padahal, bisa jadi itu gejala diabetes," katanya dalam acara Indonesia Diabetes Leadership Forum di Jakarta (13/11/14).
Selain itu, kata Achmad, akses masyarakat terhadap layanan kesehatan juga membuat banyak masyarakat tidak langsung memeriksakan dirinya saat ada gangguan kesehatan, terutama di daerah-daerah terpencil.
Padahal, dengan penatalaksanaan yang tepat, orang yang diabetes bisa hidup dengan sehat dan produktif sehingga komplikasi lanjutan dari penyakit ini bisa dicegah.
Tanggal 14 Oktober yang diperingati sebagai Hari Diabetes Internasional diharapkan bisa menjadi momentum bagi setiap orang untuk lebih sadar akan kesehatannya.
"Saat ini yang perlu diubah adalah pola pikir masyarakat. Begitu memiliki faktor risiko diabetes, seperti kegemukan, punya riwayat diabetes dalam keluarga, atau saat hamil gula darahnya tinggi, lakukan deteksi dini," kata Prof.Sidartawan Soegondo, Sp.PD-KEMD, dalam acara yang sama.
Jika tidak ada perubahan dalam pencegahan dan penanganan diabetes, pandemik diabetes dikhawatirkan akan melanda Indonesia lebih cepat. Apabila terjadi bonus demografik Indonesia yang diperkirakan terjadai pada 2030 justru dapat berbalik menjadi beban masyarakat dan ekonomi karena diabetes adalah penyakit kronik yang membutuhkan biaya mahal.