Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi diabetes melitus (DM) sekitar 6,9 persen. Sebelumnya, pada Riskesdas 2007 tercatat 5,7 persen. "Yang terdiagnosis baru sekitar 30 persen," kata Dyah Erti Mustikawati, Kepala Subdirektorat Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik Kementerian Kesehatan.
Hal itu disampaikan dalam pertemuan media "Arti Penting Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesehatan dalam Pengendalian Diabetes", Jumat (10/4), di Jakarta. Hadir dalam kesempatan itu, Ketua Perkumpulan Endokrinologi (Perkeni) Achmad Rudijanto, serta Guru Besar Endokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Pradana Soewondo.
Menurut Dyah, DM sering tidak disadari oleh penderita karena tidak melakukan pengecekan kadar gula darah. DM terjadi ketika konsentrasi glukosa atau gula darah melebihi keadaan normal. Disebut DM jika kadar gula darah dalam keadaan puasa lebih atau sama dengan 126 mg/dL. Selanjutnya, dua jam setelah makan, kadar gula darah sama atau lebih dari 200 mg/dL.
Rudijanto menyatakan, diperkirakan pada 2015 terdapat 9,1 juta penderita diabetes. Hal ini menyebabkan Indonesia berada di peringkat kelima negara dengan pengidap diabetes terbanyak.
Pradana menambahkan, masyarakat harus mengetahui faktor-faktor yang memperbesar risiko DM. "Jika tidak diobati, akan jadi komplikasi, seperti stroke dan penyakit ginjal," katanya.
Beberapa faktor risiko, antara lain obesitas, gaya hidup tidak sehat, kurang gerak, merokok, pernah mengalami diabetes gestasional (gula darah tinggi saat hamil), usia di atas 45 tahun, dan faktor keturunan.
"Faktor risiko itu dapat ditangani untuk mencegah perburukan kondisi diabetes," kata Pradana. Untuk DM tipe 1, perlu penanganan dengan injeksi insulin. Sementara DM tipe 2 dapat dikendalikan melalui konsumsi obat secara teratur. DM tipe 2 dapat dicegah dengan pola makan sehat, membatasi konsumsi makanan manis serta makanan berlemak tinggi, olahraga teratur, dan tidak merokok.
Gejala diabetes di antaranya selalu haus, selalu lapar, sering kencing, dan pandangan kabur. Untuk memantaunya, dapat dengan periksa rutin kadar gula darah.
Terkait dengan pencegahan, Rudijanto mengatakan, dokter umum harus memiliki kemampuan untuk menangani penyakit DM. Karena itu, Perkeni, Kementerian Kesehatan, dan American Diabetes Association (ADA) bekerja sama melaksanakan program pelatihan dalam kerangka Partnership in Diabetes Control di Indonesia (PDCI). Pelatihan dimulai sejak 2013.
"Kami menargetkan memberi pelatihan kepada 5.000 dokter umum dan 500 dokter spesialis penyakit dalam selama lima tahun," ujarnya.
Dyah menyatakan akan memperkuat fasilitas kesehatan tingkat pertama, dalam hal ini puskesmas, agar mampu melaksanakan pencegahan serta menangani DM. (B05)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.