Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/06/2015, 16:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Sistem pencegahan penyebaran sindrom pernapasan Timur Tengah diperkuat menyusul adanya kasus penyakit itu di Thailand. Kantor kesehatan pelabuhan dan kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan menjadi ujung tombak dalam sistem ini.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Mohamad Subuh mengemukakan hal itu, Jumat (19/6), di Jakarta. Adanya kasus positif sindrom pernapasan Timur Tengah yang disebabkan virus korona (MERS-CoV) di Thailand membuktikan penyakit tersebut bisa masuk dari berbagai sudut.

Terkait dengan itu, observasi terhadap mereka yang datang dari negara tertular diperketat. "Selama ini kasus MERS-CoV dari Timur Tengah sehingga tiap penerbangan dari sana mendapat perhatian dari kantor kesehatan pelabuhan," kata Subuh.

Setiap penumpang penerbangan dari Timur Tengah akan dilengkapi kartu kontrol kesehatan berisi informasi asal penerbangan hingga nomor tempat duduk di pesawat. Jika dalam 14 hari setibanya di Indonesia penumpang itu demam tinggi, ia harus segera melapor ke fasilitas kesehatan terdekat. Fasilitas kesehatan akan menangani pasien tersebut sesuai dengan prosedur dan melaporkannya ke Kemenkes.

Maka dari itu, kantor kesehatan pelabuhan di bandar udara dan pelabuhan menjadi ujung tombak dalam sistem surveilans untuk mencegah dan menangkal masuknya MERS-CoV ke Tanah Air. "Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap kesehatannya berperan penting," ujarnya.

Kesiapsiagaan

Sebelumnya, Kamis (18/6), Direktur Organisasi Kesehatan Dunia Kawasan Asia Tenggara (WHO-SEARO) Poonam Khetrapal Singh, dalam pernyataan tertulisnya menyampaikan, pengendalian penyakit dalam sistem kesehatan yang kuat menjadi kunci untuk mencegah penyebaran MERS-CoV.

Pekan lalu, Poonam menyurati semua menteri kesehatan di 11 negara wilayah WHO-SEARO untuk meninjau kembali dan memperkuat kesiapsiagaan dalam menghadapi penyebaran MERS-CoV.

Anggota WHO Emergency Committee on MERS-CoV, Tjandra Yoga Aditama, menambahkan, WHO secara ilmiah sejauh ini belum ada perubahan pola penularan virus penyebab MERS. Selain itu, pengurutan virus di beberapa negara juga belum menunjukkan mutasi berarti.

Dengan demikian, penyebaran MERS-CoV belum memenuhi kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (public health emergency of international concern). Merebaknya MERS-CoV di Korea Selatan beberapa pekan terakhir jadi peringatan agar negara-negara di dunia bersiap menghadapi kemungkinan penyebaran MERS-CoV, termasuk Indonesia. Angka kematian MERS-CoV di Korea Selatan sudah melewati angka psikologis 10 persen menjadi 12,27 persen.

Dari data pasien MERS di Korea Selatan, ada beberapa faktor risiko MERS yang perlu ditindaklanjuti. Pasien yang meninggal umumnya berusia lanjut atau di atas 70 tahun dan mempunyai penyakit penyerta lain, terutama penyakit paru kronik.

Sementara itu, penyebaran MERS-CoV di Korea Selatan memengaruhi kondisi pariwisata di negara tersebut. Ribuan calon turis asal Indonesia dan negara lain membatalkan rencana kunjungannya ke Korea Selatan. Akibatnya, kunjungan wisatawan ke Korea Selatan diperkirakan turun 20-25 persen pada Juni 2015 dibandingkan dengan Juni 2014.

"Menurut data beberapa agen penyedia jasa wisata di Indonesia, 1.900 wisatawan Indonesia membatalkan kunjungannya ke Korea Selatan," kata Direktur Organisasi Pariwisata Korea di Jakarta Harry OH.

Selain wisatawan asal Indonesia, sekitar 120.000 wisatawan dari sejumlah negara melakukan hal serupa. Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Cho Taiyoung menegaskan, pihaknya terus berupaya memulihkan dampak penularan virus korona penyebab MERS.

Saat ini, jumlah penderita MERS-CoV di Korea Selatan dilaporkan mencapai 166 orang. Pasien MERS dirawat di RS setempat. Daftar RS yang pernah dikunjungi penderita dan punya kasus MERS-CoV diumumkan ke publik. Sebagian RS itu ditutup untuk umum. (ADH/B02)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com