JAKARTA, KOMPAS.com – Hepatitis C merupakan penyakit yang bisa menular kepada siapa saja. Deteksi dini virus hepatitis C amat penting sebelum terjadi kerusakan hati. Sayangnya, tak banyak masyarakat yang peduli dan tak mau memeriksakan diri.
Salah satu deteksi dini sebenarnya bisa diperoleh setelah melakukan donor darah. Palang Merah Indonesia (PMI) selama ini selalu melakukan skrining sampel darah dari pendonor sebelum diberikan kepada orang yang membutuhkan transfusi darah. Dari proses uji skrining tersebut, PMI bisa menyaring sampel darah yang initial reaktif hepatitis C.
“Semua darah donor diskrining. Kita menggunakan reagen paling sensitif. Setelah kemungkinan initial reaktif, kita akan panggil pendonor, bener enggak dia sakit. Kita panggil kemdudina dirujuk ke Puskesmas,” terang Kepala Unit Transfusi Darah Pusat Palang Merah Indonesia (UTDP PMI) dokter Ria Syafitri di Jakarta, Rabu (5/8/2015).
Ria menegaskan, PMI tidak dalam kapasitas mendiagnosis seseorang apakah positif virus hepatitis C atau tidak. Setelah memanggil pendonor yang darahnya kemungkinan terdapat virus, pendonor dirujuk ke puskesmas untuk melakukan tes lebih lanjut.
Ria mengatakan, hasil initial reaktif belum tentu pendonor positif hepatitis C. Sebab, skrining menggunakan reagen paling sensitif, agar darah yang akan diberikan benar-benar bersih.
“Jadi semua virus-virus kita tangkep, kalau ada virus yang mirip-mirip tetap kita ambil untuk keamanan darah yang akan diberikan,” jelas Ria.
Berdasarkan hasil rekapitulasi laporan uji saring darah UTD PMI di seluruh wilayah Indonesia, hasil skrining hepatitis C mencapai 0,37 persen. Sayangnya, banyak pendonor yang terdeteksi tidak mau atau tidak peduli dengan hasil uji skrining darah mereka. Ria mengungkapkan, hanya sekitar 15-30 persen donor yang tersaring hepatitis C bersedia datang untuk konsultasi.
Menurut Ria, ada yang beranggapan bahwa jika mendonorkan darah maka sekaligus akan membuang darah kotor, kemudian digantikan dengan yang bersih. “Ini persepsi yang salah,” kata Ria.
Kendala lainnya, ada pendonor yang ternyata tidak mengisi data di formulir sebelum mendonor, seperti nomor telepon dan alamat atau tidak mengisinya dengan data yang sesuai. Hal ini menyulitkan PMI untuk memanggil pendonor dan merujuk mereka ke puskesmas.
Padahal, jika terdeteksi sejak dini, hepatitis C bisa diobati sehingga tak lagi menularkan kepada orang lain. Sering kali pasien tidak peduli karena adanya virus hepatitis C dalam tubuh biasanya tidak bergejala. Padahal, secara perlahan, virus ini bisa merusak hati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.