Oleh J GALUH BIMANTARA
KOMPAS.com - Indonesia terus tertinggal dalam bidang riset, termasuk dalam bidang obat dan kesehatan. Salah satu indikasinya, hampir 92 persen bahan baku pembuatan obat berasal dari luar negeri, yang berdampak pada mahalnya harga obat bagi rakyat.
Kini, peluang untuk mengejar ketertinggalan tersebut ada pada kemampuan mengembangkan sel punca untuk terapi sejumlah penyakit. Sebanyak 11 rumah sakit saat ini menjadi tempat riset terapi sel punca di Indonesia.
"Kemandirian bahan baku diharapkan membuat obat semakin murah untuk rakyat," ujar Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir, saat mengunjungi Stem Cell and Cancer Institute (SCI) di Jakarta, Rabu (6/1). Hadir dalam acara itu Ketua Dewan Riset Nasional Bambang Setiadi serta pendiri Kalbe Boenjamin Setiawan. SCI merupakan laboratorium milik Kalbe, yang salah satu kegiatan mengkaji pengembangan terapi sel punca.
Nasir berpendapat, dengan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia, pengembangan terapi sel punca akan sangat dibutuhkan mengingat salah satu manfaat sel punca adalah terapi penyakit-penyakit degeneratif. Kemajuan riset sel punca perlu dikejar agar Indonesia tidak makin tertinggal di bidang tersebut. Negara-negara lain sudah memacu riset sel punca, antara lain Iran, Korea Selatan, Tiongkok, Malaysia, dan Singapura.
Direktur SCI Sandy Qlintang menambahkan, di dunia, belum ada riset allogeneic stem cell, sel punca yang bukan dari tubuh pasien sendiri, yang sudah mencapai tahap komersialisasi. Karena itu, kesempatan masih terbuka lebar bagi para peneliti Indonesia untuk bersaing di bidang sel punca.
Perlu kolaborasi
Bambang menyatakan, untuk mempercepat capaian dalam riset sel punca, para peneliti di Indonesia perlu berkolaborasi, bukan bersaing. Karena itu, ia merekomendasikan pembentukan konsorsium riset sel punca. "Dengan izin dari Menteri Ristek dan Dikti, tahun ini DRN akan memfasilitasi pembentukan konsorsium. DRN juga memfasilitasi seminar nasional sel punca," kata Bambang.
Sementara itu, Boenjamin memandang, biaya riset bidang kesehatan sangat besar, apalagi jika sudah memasuki tahap uji praklinis pada hewan dan uji klinis pada manusia. Untuk mendorong minat swasta pada bidang riset, pemerintah perlu memberikan insentif, salah satunya berupa pengurangan pajak.
Nasir menuturkan, pihaknya sudah membicarakan permintaan pengurangan pajak kegiatan riset pada Kementerian Keuangan. Ia berharap, skema pengurangan pajak riset bisa berjalan pada tahun 2016, sehingga menarik minat semakin banyak perusahaan untuk membiayai penelitian.
Terkait riset sel punca SCI, sejak berdiri pada 2006, lembaga ini aktif terlibat dalam riset matrik tali pusat sebagai sumber baru sel punca mesenkimal. Hasil penelitian akan menjadi dasar upaya selanjutnya untuk mengkaji aspek-aspek klinis bagi terapi penyakit kardiovaskuler serta penyakit degeneratif lainnya.
SCI juga memiliki Regenerative and Cellular Therapy (ReGeniC) yang melayani pemrosesan sel punca dalam klinik untuk kebutuhan terapi sejumlah penyakit. ReGeniC kini fokus pada terapi untuk osteoarthritis, yaitu penyakit akibat kerusakan atau hilangnya tulang rawan pada sendi, terutama pada lutut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.