Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/06/2016, 09:31 WIB
Anne Anggraeni Fathana

Penulis

KOMPAS.com – Dwi (27 tahun) menggelengkan kepala melihat tingkah laku dua keponakan remajanya, Bagas (14) dan Kiki (15), selama pertemuan keluarga. Mereka tidak lincah dan berisik layaknya Dwi ketika remaja, tetapi sibuk bersama gawai masing-masing.

Dari pagi hingga pertemuan keluarga hari itu usai menjelang sore, interaksi kedua remaja itu dengan para kerabat hanya berupa sepatah dua patah kata sapaan. Berikutnya, mereka kembali asyik dengan gadget-nya.

Gelengan Dwi bertambah dengan lirikan heran ketika Bagas dan Kiki minta dipesankan ayam goreng dari restoran siap saji di dekat rumah. Mereka sama sekali tidak menyentuh hidangan apa pun yang telah tersedia di meja.

Miris hati Dwi melihat tingkah keponakan mudanya. Bukan apa-apa, ia takut kebiasaan kurang gerak serta pola makan kedua remaja itu justru membawa mereka pada kemungkinan mengidap beragam penyakit, salah satunya diabetes.

Merujuk data otoritas setempat, hingga akhir 2015 ada setidaknya 208.000 anak-anak dan remaja di bawah usia 20 tahun yang menderita diabetes. Dari jumlah itu, mayoritas disebut menderita diabetes tipe 1 karena faktor genetis.

Namun, data yang sama menegaskan bahwa melonjaknya kasus obesitas pada anak-anak juga meningkatkan angka kasus diabetes 2 pada anak-anak dan orang-orang berusia muda. Padahal, sebelumnya diabetes tipe 2 dikenal lebih banyak menjangkiti orang-orang berusia di atas 45 tahun.

"Anak-anak dengan diabetes dan keluarganya menghadapi tantangan yang lebih unik terkait penyakit ini," tulis situs web National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) National Institutes of Health (NIH).

Di Kanada, temuan serupa juga mengemuka. Riset atas populasi 7,3 juta anak-anak dan remaja berusia kurang dari 18 tahun di negara itu mendapati ada 345 kasus diabetes bukan dari tipe 1. Dari setiap 100.000 responden, ditemukan indikasi ada 1,54 anak menderita tipe 2, dengan rata-rata usia 13,7 tahun, dan bahkan 8 persen di antara penderita berusia di bawah 10 tahun.

Temuan serupa juga muncul di Indonesia. Data Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), menyebutkan setidaknya tercatat 731 anak dan remaja berusia di bawah 20 tahun menderita diabetes melitus pada 2012. Angka ini meningkat dari jumlah total 590 anak dan remaja pada 2011.

Bila diabetes tipe 1 dipicu oleh ketidakmampuan organ tubuh menghasilkan insulin, diabetes tipe 2 lebih dipicu oleh gaya hidup. Pola makan dengan kandungan kalori berlebihan tanpa diimbangi aktivitas fisik yang sesuai, menjadi salah satu di antara penyebab utama diabetes tipe 2 terutama pada pasien berusia muda.


Thinkstock Remaja disarankan untuk lebih aktif mengikuti kegiatan di lingkungan sekitar untuk menghindari kecendrungan menghabiskan waktu dengan bermain ponsel atau menonton televisi di rumah.


Mencegah sebelum mengobati

Sebelum terlanjur menjadi pengidap, diabetes sebenarnya dapat dicegah dengan menerapkan beberapa kebiasaan sederhana. Remaja bahkan bisa menyesuaikannya dengan kehidupan sehari-hari tanpa terjebak pada citra pola hidup sehat yang terdengar membosankan.

Pertama, kesukaan menyantap makanan siap saji sebaiknya disiasati dengan menambahkan sayuran, seperti salad, sebagai pendamping. Bagaimanapun, tubuh tetap memerlukan asupan serat untuk menjaga kesehatan pencernaan dan asupan vitamin alami. (Baca juga: “Fast Food”, Jalan Tol Menuju Diabetes)

Jika tidak suka makan sayur, remaja dapat mengganti dengan jus buah. Meski kandungan gizi jus tidak setara, minuman ini bisa menjadi alternatif. Namun, ingatlah untuk memilih buah segar dan memprosesnya sendiri daripada membeli jus kemasan yang kaya akan gula.

Kedua, remaja disarankan untuk lebih aktif mengikuti kegiatan di lingkungan sekitar, misalnya ekstrakulikuler di sekolah atau perkumpulan remaja lainnya. Hal ini untuk menghindari kecendrungan menghabiskan waktu dengan bermain ponsel atau menonton televisi di rumah.

Semakin banyak kegiatan, semakin banyak pula kalori dalam tubuh yang terbakar. Penggunaan energi ini mampu mencegah menumpuknya kandungan gula darah dalam tubuh. Selain itu, remaja pun bisa mengenal teman baru dan memperluas pergaulan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com