JAKARTA, KOMPAS.com - Tantangan skip challenge yang dilakukan oleh sejumlah remaja belakangan ini menjadi viral di media sosial. Para remaja tersebut tampaknya tak menyadari bahaya menerima tantangan #SkipChallenge.
Akibat menahan napas, ditambah lagi bagian dada yang ditekan, otak pun bisa kekurangan oksigen. Hal itu menyebabkan pingsan sesaat dan bisa disertai kejang-kejang.
Dokter spesialis bedah saraf, Wawan Mulyawan menuturkan, otak memang bagian organ tubuh yang paling rentan terdampak ketika tubuh kekurangan oksigen.
Kerusakan yang terjadi pada otak mulai dari yang ringan hingga berat. Pada kerusakan ringan, biasanya hanya menyebabkan pusing sesaat, pandangan kabur, atau seperti terasa melayang. Namun, kerusakan ringan pada otak bisa pulih dengan sendirinya.
Dari kerusakan ringan bisa menjadi kerusakan sedang. Gejala kerusakan sedang, yakni kejang-kejang hingga hilang kesadaran. Pada kerusakan sedang, risikonya bisa terjadi pemulihan jaringan yang rusak, bisa juga tidak.
"Pada kerusakan otak yang sedang bisa mengenai bagian otak yang penting, yaitu cerebral cortex yang berkaitan dengan sensorik, memori, perasa, memori jangka pendek," jelas Wawan saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/3/2017).
Kemudian, pada kerusakan berat, banyak sel otak yang mati. Hal in bisa berujung pada risiko stroke, henti napas, henti jantung, hingga kematian.
Sebelum ramai dilakukan sejumlah remaja di Indonesia, skip challenge atau passout challenge juga banyak dilakukan remaja di Amerika. Tantangan skip challenge bahkan telah memakan korban di AS.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menyatakan, sepanjang 1995-2007 saja, ada 82 media di AS yang melaporkan kematian karena skip challenge.