Hasil penelitian mereka telah diterbitkan dalam jurnal Sain Veteriner pada Desember 2015.
Roza Azizah dan kolega menggunakan 10 sampel darah segar ular kobra dan 10 sampel ramuan jamu tradisional dengan darah ular kobra yang didapat dari dua penjual ramuan jamu di Desa Sudimoro Bantul, Yogyakarta dan di Pasar Prambanan, Yogyakarta.
Darah segar ular diambil secara aseptis dari jantung menggunakan spuit. Sedangkan pengambilan sampel ramuan dilakukan setelah darah segar dicampur dengan bahan–bahan ramuan jamu lainnya.
Ramuan jamu di Imogiri Bantul Yogyakarta dilakukan dengan menambahkan bahan tambahan minuman berenergi (ada merek tertentu) ke dalam darah ular segar.
Sementara di Pasar Prambanan Sleman dilakukan dengan menambahkan madu dan minuman berenergi (ada merek tertentu).
Baca juga: Menjawab Fenomena Ular Kobra dan Cara Menghadapinya
Ramuan diseduh dalam gelas yang sebelumnya disterilkan dengan menggunakan swab steril untuk diketahui cemarannya.
Setelah itu, masing–masing sampel ramuan jamu dimasukkan ke dalam tabung steril untuk dilakukan pengujian selanjutnya.
Hasil isolasi dari masing–masing penjual tampak bahwa sampel penjual di Bantul, cemaran Staphylococcus aureus dari darah segar dan ramuan jamu masing–masing 20 persen (1 dari 5 sampel positif tercemar), sedangkan untuk gelas tidak ditemukan cemaran.
Sementara sampel dari penjual di Prambanan tidak ditemukan cemaran Staphylococcus aureus pada darah segar, namun untuk ramuan jamu ditemukan 1 dari 5 sampel (20 persen) dan untuk gelas ditemukan 2 dari 5 sampel positif tercemar Staphylococcus aureus (40 persen).
Kesimpulannya, hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya cemaran Staphylococcus aureus pada darah ular kobra sebelum maupun sesudah diramu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.