Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Tidak Stunting walau Kurang Gizi

Kompas.com - 26/07/2022, 09:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PROGRAM pencegahan stunting menjadi salah satu prioritas Kementerian Kesehatan. Penyebabnya karena masih tingginya angka stunting di Indonesia.

Pertanyaannya adalah apa itu stunting dan mengapa tidak boleh?

Menjawab pertanyaan itu gampang-gampang susah. Stunting berdasarkan pengertian Kemenkes didefinisikan sebagai kondisi gagal tumbuh kembang pada seribu hari awal kehidupan.

Kondisi ini ditandai dengan adanya tinggi badan dan berat badan yang kurang dibanding usianya.

Kondisi ini diduga berkaitan dengan asupan gizi yang tidak tepat selama masa kehamilan dan balita.

Hingga solusinya juga semakin rumit karena melibatkan banyak hal. Terutama masalah sosial ekonomi keluarga.

Ada beberapa makanan yang pantang dikonsumsi ibu hamil, seperti beberapa seafood yang mengandung merkuri tinggi.

Stunting diduga jadi masalah demografi di kemudian hari. Anak-anak dengan masalah stunting memiliki kualitas pribadi yang lebih buruk daripada anak-anak normal.

Baik dari segi fisik maupun intelektual jauh tertinggal. Daya kompetitifnya sangat kurang.

Di lain sisi, banyak masyarakat yang mempertanyakan argumentasi tersebut. Banyak sekali tokoh masyarakat yang secara fisik tidak terlalu tinggi, namun memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi.

Contohnya adalah salah satu mantan presiden kita, Profesor BJ Habibie. Selain beliau, ada Napoleon Bonaparte, tokoh penakluk dari Perancis.

Beliau terkenal sering menggunakan sepatu berhak tinggi untuk menutupi kekurangannya dalam tinggi badan.

Jadi apa salahnya stunting? Pertanyaan lain yang cukup miris juga muncul dari masyarakat kalangan ekonomi lemah. Mereka bukannya tidak paham tentang stunting. Tapi kesulitan ekonomi membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

Padahal sebetulnya banyak sekali tokoh yang berasal dari keluarga kekurangan di masa kecil, kurang gizi, sukses di masa dewasa.

Steve Jobs contohnya. Pendiri perusahaan Apple tersebut berasal dari imigran Syria yang sangat kekurangan.

Dalam biografinya, beliau bercerita betapa sulit kehidupan di masa kecil, sebelum diadopsi oleh keluarga Amerika.

Ada tokoh lain yang akrab dengan kita, Presiden kedua RI Soeharto. Semua sangat tahu bagaimana sulit kehidupan masa kecilnya, ketika harus tinggal dengan kakeknya. Berbagi makanan dengan adik-adiknya. Satu butir telur biasa dibagi bersama.

Menjawab argumentasi-argumentasi tersebut sangat sulit. Harus sangat bijak, salah-salah malah tidak peduli dengan kondisi stunting.

Bayangkan berapa besar kerugian demografi yang harus ditanggung negara di masa depan.

Menjawab argumentasi pertama, banyak tokoh penting yang tidak tinggi. Betul, memang tokoh-tokoh penting tersebut tidak memiliki tinggi di atas rata-rata.

Namun bisa dipastikan mereka tidak mengalami stunting di masa anak-anak mereka. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kecerdasannya di atas rata-rata. Ini tidak mungkin dialami oleh anak-anak yang mengalami stunting.

Stunting tidak hanya mengganggu pertumbuhan tinggi badan, tetapi juga perkembangan otak anak dan ini jauh lebih penting.

Tinggi badan seseorang dapat dikoreksi dengan gizi dan latihan fisik yang cukup. Namun untuk perkembangan otak sangat sulit.

Usia hingga tiga tahun dianggap sebagai golden period bagi perkembangan otak. Meski penelitian mutakhir menunjukkan sel otak dapat tetap tumbuh hingga lanjut usia. Namun perkembangannya tidak seoptimal masa ini.

Menjawab argumentasi kedua, stunting karena kondisi gizi buruk.

Argumentasi ini tidak sepenuhnya benar. Bahkan di masa pandemi ini justru banyak terpatahkan.

Tumbuh kembang anak tidak hanya dipengaruhi oleh asupan gizi semata. Banyak ibu yang secara gizi kecukupan, namun tetap melahirkan bayi stunting.

Hal yang memengaruhi tumbuh kembang anak adalah growth hormon atau hormon pertumbuhan, bahkan yang utama.

Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofise. Sedangkan pelepasannya sangat dipengaruhi oleh aktivitas hipotalamus, yaitu bagian otak yang memengaruhi fungsi emosi.

Pelepasan growth hormon juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lain. Di antaranya keteraturan aktivitas tubuh atau apa yang kita kenal sebagai siklus sirkadian.

Siklus sirkadian adalah siklus aktivitas tubuh atau biasa juga disebut jam tubuh. Artinya rutinitas tubuh beraktivitas dan beristirahat. Gangguan siklus sirkadian artinya gangguan pola tidur dan beraktivitas.

Hal ini dibuktikan dengan temuan kelahiran bayi-bayi yang mengalami stunting pada saat terjadinya flu spanyol di Eropa.

Begitu juga dengan bayi-bayi yang lahir di masa pandemi ini. Data dari rumah sakit-rumah sakit di Amerika dan Inggris menunjukkan gejala serupa.

Temuan bayi-bayi stunting di masa pandemi sekarang dan flu spanyol dahulu bukan karena adanya infeksi.

Kondisi ini terutama disebabkan oleh kecemasan yang dialami para ibu hamil. Kecemasan yang mengganggu siklus sirkadian mereka. Akibatnya pelepasan growth hormon jadi terhambat.

Growth hormon juga dipengaruhi oleh kadar gula darah. Penurunan kadar gula darah mengakibatkan pelepasan growth hormon pada saat beristirahat.

Pelepasan growth hormon akan merangsang pelepasan hormon glukagon dan kortisol. Kedua hormon ini sangat erat berkaitan dengan proses autofagi. Sedangkan autofagi adalah proses penting dalam regenerasi sel.

Tak heran jika dalam kisah-kisah teladan, banyak diceritakan ibu hamil yang rajin berpuasa atau yang bersabar dalam kemiskinan, melahirkan anak-anak yang cerdas dan kuat. Contohnya, yaitu Steve Jobs dan Presiden Soeharto.

Jadi tidak benar stunting disebabkan oleh kurang gizi semata. Justru yang lebih dominan adalah faktor emosi ibu.

Emosi positif dan siklus sirkadian yang terjaga merangsang pelepasan growth hormon untuk mencegah stunting.

Emosi ibu yang terjaga bukan hanya menjaga anak tidak mengalami stunting. Namun juga bisa mencegah masalah-masalah lain yang muncul selama kehamilan. Contohnya adalah preeklampsi dan diabetes gestasional.

Emosi ibu yang terjaga, akan membangun trust atau rasa saling percaya. Masalah yang sering timbul antara ibu dan anak.

Bahkan dengan membangun trust atau rasa saling percaya ibu dan anak hal yang kesannya mustahil bisa jadi mungkin.

Jadi yang terpenting adalah jaga emosi ibu hamil. Maka semua masalah yang berhubungan dengan kehamilan dapat teratasi.

Emosi ibu juga penting pada masa asuhan. Emosi ibu yang baik, memberikan ketenangan pada anak.

Ketenangan anak akan memicu lepasnya growth hormon. Uniknya justru growth hormon optimal saat tubuh dalam kondisi hipoglikemik. Pemberian MPASI yang tinggi glukosa malah menjadikan pelepasannya terganggu.

Cegah stunting itu penting. Mencegah stunting, artinya menciptakan generasi yang lebih kuat, lebih cerdas dan lebih kompetitif di masa depan.

Generasi yang menjadi modal utama pembangunan sebuah bangsa. Bukan masalah gizi, tapi lebih kepada emosi ibu.

Salam, semoga menjadi inspirasi hidup sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com