KOMPAS.com - Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah penyakit jangka panjang akibat virus yang menyerang atau melemahan sistem kekebalan tubuh.
Dilansir dari laman AyoSehatKemkes, gejala HIV yang umum muncul pada tahap awal, seperti:
Baca juga: Pengidap HIV/AIDS Rentan Terkena Monkeypox, Begini Penjelasan Ahli
Jika tidak diobati, HIV dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome).
AIDS adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh sangat lemah sehingga tubuh menjadi rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit serius.
Untuk meningkatkan upaya penanganan HIV/AIDS di Indonesia, PB IDI mengeluarkan sepuluh rekomendasi berikut.
Dilansir dari Antara, Kamis (30/11/2023), anggota Dewan Pertimbangan PB IDI PB , menyampaikan sepuluh rekomendasi penanganan HIV/AIDS, yaitu:
Rekomendasi pertama adalah pelaksanaan terapi antiretroviral (ARV) rutin setiap tiga bulan yang ditanggung BPJS.
Untuk diketahui, terapi antiretroviral adalah pengobatan yang bertujuan untuk:
Zubairi mengatakan, yang sebelumnya Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) perlu berobat ke layanan kesehatan seminggu hingga sebulan sekali, bisa dilakukan hanya tiga bulan sekali bila jumlah virus telah mencapai jumlah minimal dan terkendali.
Rekomendasi PB IDI untuk menangani HIV/AIDS selanjutnya adalah layanan pengobatan daring tanpa tatap muka atau telemedisin.
Layanan daring untuk penderita HIV/AIDS ini juga ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Baca juga: Mengenal Cincin Vagina untuk Pencegahan HIV/AIDS
Sebelumnya orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mendapat tiga kombinasi obat selama terapi.
Kini, obat yang diberikan menjadi dua kombinasi, yaitu dolutegravir dan lamivudin.
Zubairi menjelaskan, kombinasi obat ini terbukti bekerja lebih baik untuk mengobati HIV/AIDS dari kombinasi sebelumnya yang dapat berisiko pemburukan fungsi ginjal.
Kombinasi dua obat ARV ini, juga telah ditetapkan sebagai landasan obat HIV/AIDS di berbagai negara.