Hanya saja, timbel yang sudah beredar dalam darah terkadang tidak semua bisa dikeluarkan. Sebagian bisa saja berhenti dan mengendap di dalam organ, seperti ginjal, tulang, juga saraf dan sumsum tulang.
Jika mengendap di organ dengan jaringan lunak, memiliki waktu paruh sekitar 1,5 hingga 2 bulan.
Baca juga: Waspada Paparan BPA yang Banyak Ditemukan di Kemasan Plastik
"Kalau sudah masuk ke tulang, waktu paruhnya 25-30 tahun. Jadi bisa lama sekali timbel tertahan di tubuh," terangnya.
Jika konsentrasi cemaran timbel dalam organ anak rendah, ia katakan bahwa itu mungkin tidak akan menimbulkan gejala.
Sedangkan akan terjadi gangguan fungsi organ anak, jika konsentrasi cemaran timbel tinggi.
"Pada organ saraf, terutama di saraf pusat di otak dapat mengganggu fungsi prefrontal cortex (otak besar bagian depan), hippocampus, cerebellum. Itu menyebabkan gangguan perilaku, memori, dan keseimbangan," bebernya.
Menurut rekomendasi WHO, kadar timbel darah yang mencapai 45 mcg/dL harus mendapatkan terapi khusus untuk mengeluarkan unsur logam tersebut dari dalam tubuh.
Dokter spesialis anak ini mengatakan bahwa terapi khusus yang dibutuhkan orang yang terpapar unsur logam seperti timbel adalah khelasi atau pengikatan.
Baca juga: 5 Efek Samping Asap Paparan Rokok pada Perokok Pasif
Terapi ini menggunakan obat yang berperan mengikat timbel untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh, bisa melalui feses atau urine.
Bentuk terapi yang diberikan bisa berbeda pada setiap orang, tergantung dari kadar timbel dalam darahnya.
"Kalau tinggi sekali kadarnya dengan gejala klinis yang jelas, maka dibutuhkan perawatan dan khelasi yang diberikan melalui cairan obat intravena, masuk dari pembuluh darah yang diberikan untuk mengikat," ujarnya.
Jika kadar timbel darah pada anak tidak terlalu tinggi, mungkin di sekitar 4-5 mcg/dL, terapi obat bisa diberikan secara oral.
"Namun, yang utama adalah menghentikan paparannya. Karena kalau sudah diikat dan dikeluarkan, tapi terkena paparan timbel lagi sama juga boong. Pada akhirnya, timbel akan tertahan di tubuh anak," ungkap dr. Ari.
Baca juga: Efek Samping Paparan Rokok Elektrik pada Perokok Pasif
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.