KOMPAS.com - Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diperingati setiap tanggal 31 Mei tahun ini mengangkat tema "Melindungi Anak-anak dari Intervensi Industri Tembakau". Tema ini bukan tanpa alasan karena jumlah perokok anak masih tinggi.
Menurut data tahun 2022, di seluruh dunia setidaknya 37 juta remaja berusia 13-15 tahun pernah merokok. Fakta ini tak jauh berbeda dengan di Indonesia.
Data Survei Kesehatan Indonesia 2023 memperlihatkan usia sekolah mendominasi umur pertama kali merokok pada perokok di Indonesia. Mereka berusia 15-19 tahun (56,5 persen) disusul perokok usia 10-14 tahun (18,4 persen).
Industri rokok memang menargetkan orang muda sebagai pasarnya. Setiap tahun industri rokok menggelontorkan lebih dari 9 miliar dollar AS untuk mempromosikan produknya.
Untuk terus menghasilkan pendapatan miliaran dolar, industri tembakau perlu menggantikan jutaan perokok yang meninggal dan mereka yang berhenti menggunakan tembakau setiap tahunnya.
Baca juga: Berapa Lama Efek Asap Rokok Hilang? Berikut Penjelasannya…
Bukti global menunjukkan bahwa sebagian besar perokok dewasa mulai menggunakan produk tembakau pada usia remaja, yang berlanjut hingga dewasa.
Anak dan remaja memang sangat rentan mengalami kecanduan nikotin. Ini berarti, makin dini mereka mulai merokok, semakin besar kemungkinan mereka menjadi kecanduan.
WHO kembali menyerukan bahaya pengaruh industri tembakau pada generasi muda dan mengajak semua pihak mengatur secara ketat produk tersebut.
”Lindungi generasi muda dari penggunaan tembakau, rokok elektrik, dan produk nikotin lainnya dengan melarang atau mengatur secara ketat produk-produk tersebut. Industri-industri ini secara aktif menargetkan sekolah, anak-anak, dan generasi muda dengan produk-produk baru yang pada dasarnya adalah jebakan,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Bahaya rokok elektrik
Seiring dengan makin ketatnya aturan pelarangan rokok, saat ini hadir produk-produk baru seperti vape atau rokok elektronik dan kantong nikotin (nicotine pouches) yang menarik remaja.
Di negara-negara Eropa, 12.5 persen pengguna rokok elektronik 12.5 adalah remaja sedangkan orang dewasa hanya 2 persen. Jumlah pengguna rokok elektronik di kalangan pelajar bahkan 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan rokok tradisional.
Baca juga: Waspadai Kandungan Timah dan Uranium dari Vape
Rokok elektrik sangat berisiko bila digunakan oleh anak-anak dan remaja. Otak remaja masih berkembang dan nikotin yang membuat ketagihan dapat berpengaruh pada proses ini.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia, Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, anak-anak perokok memiliki risiko kematian mendadak lebih dari tiga kali dan risiko itu meningkat dengan jumlah rokok yang dihisap per hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.