OLEH IRWAN JULIANTO
Darah tali pusat yang mengandung sel punca diklaim dapat menjadi ”asuransi” untuk menyembuhkan aneka penyakit di kemudian hari. Tak sedikit orangtua di Indonesia ”kepincut”. Apa bukan sebuah kemubaziran?
Sel punca atau stem cells sedang naik pamor. Diyakini menjadi tumpuan harapan bagi penyembuhan aneka penyakit, mulai dari leukemia, kerusakan jantung (infark miokard), hingga Alzheimer. Sel punca adalah sel cikal bakal bagi aneka jenis sel lain yang menyusun seluruh tubuh makhluk hidup.
Secara umum, sel punca dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu sel punca embrionik dan sel punca dewasa. Sel punca embrionik paling bagus karena memiliki sifat pluripoten atau mampu berdiferensiasi menjadi segala jenis sel yang ada dalam tubuh. Hanya sayangnya, karena masalah etika, sel punca embrionik dilarang digunakan untuk riset ataupun untuk terapi.
Harapan dunia kedokteran kini terpusat pada sel punca dewasa walaupun sifatnya multipoten atau hanya dapat dikembangkan menjadi beberapa jenis sel yang berbeda. Sel punca dewasa terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu sel punca hematopoetik dan sel punca mesenkimal.
Sel punca hematopoetik adalah sel-sel dalam sumsum tulang yang mampu membentuk seluruh jenis sel darah dalam tubuh manusia. Sementara sel punca mesenkimal ditemukan di seluruh tubuh, tetapi paling banyak ditemukan di sumsum tulang, darah tali pusat, dan jaringan adiposa, selain juga ditemukan pada darah tepi. Belakangan, tahun 2006, dua peneliti Jepang, Takahashi dan Yamanaka, berhasil menemukan teknik induksi pluripotensi sel punca dewasa.
Akan halnya sel punca mesenkimal yang didapat dari darah tali pusat, menurut para pakar seperti dikutip dalam buku Stem Cell - Dasar Teori & Aplikasi Klinis yang ditulis tim Kalbe Farma (2010), memiliki potensi proliferasi yang jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan sel punca mesenkimal dari sumsum tulang. Kendati hambatannya adalah sangat sulit melakukan isolasi sel punca mesenkimal dari darah tali pusat, tingkat keberhasilannya hanya 29-63 persen.
Karena sifat unggulnya itulah sel punca dari darah tali pusat makin menarik perhatian untuk diteliti dan digunakan bagi terapi berbagai jenis penyakit. Tahun 1988 untuk pertama kali di Perancis dilakukan terapi sel punca menggunakan darah tali pusat. Selama ini tali pusat dan plasenta biasanya cuma dibuang atau dikubur. Kini, daripada disia-siakan, darah yang berada di tali pusat dan plasenta yang kaya akan sel punca sejak tahun 2000 mulai disimpan untuk dua keperluan: untuk pengobatan penyakit darah seperti leukemia dan talasemia serta untuk cadangan bagi si bayi jika suatu saat nanti ia menjadi penderita penyakit degeneratif.
Apakah untuk tujuan yang terakhir itu realistis? Menurut perusahaan swasta yang menawarkan jasa sebagai bank darah tali pusat, seperti CordLife dari Singapura, menyimpan darah tali pusat dari sejak bayi hingga puluhan tahun adalah hal yang realistis. ”Ini seperti suatu asuransi kesehatan,” kata Dr Arvin C Faundo, Kepala Urusan Medis CordLife, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (7/7).
Namun, pendapat yang berseberangan dikemukakan oleh dr Djumhana SpPD, KHOM yang juga Ketua Umum Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI). ”Belum ada jaminan apakah darah tali pusat yang disimpan dalam nitrogen cair pada suhu minus 196 derajat celsius akan tetap bertahan baik dan dapat dikembangbiakkan setelah puluhan tahun. Harus ada asuransi jika itu disimpan dalam bank darah swasta,” katanya ketika dihubungi Kompas, Senin lalu.