Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Terapi Listrik" Rel KA Bahayakan Jantung

Kompas.com - 26/07/2011, 09:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tingginya biaya kesehatan membuat sebagian besar warga Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, memanfaatkan rel kereta api sebagai pengobatan alternatif untuk mengobati berbagai macam jenis penyakit.

Ironis memang, tetapi itulah kenyataan yang saat ini terjadi. Warga yang tidak mampu dan sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan harus melakukan pengobatan yang justru sangat membahayakan keselamatan nyawa mereka.

Arif (30), warga sekitar Rawa Buaya yang sehari-harinya bekerja sebagai tukang ojek, mengaku sudah satu setengah tahun menjalani "terapi listrik" rel kereta api. Sama seperti warga lainnya, Arif mulai melakukan pengobatan "terapi listrik" pada 2009 silam karena melihat ada sekerumunan orang berkumpul di rel kereta.

"Saya kirain dulu ada orang yang tabrakan, soalnya banyak orang ngumpul di rel kereta api. Tapi ternyata lagi terapi," kata bapak satu anak ini, Senin (25/7/2011).

Arif mengaku merasa agak takut saat pertama kali ingin mencoba melakukan "terapi listrik" rel kereta api. Akan tetapi, rasa takut itu terkalahkan dengan rasa penasarannya yang lebih besar sehingga dia memberanikan diri mencoba pengobatan alternatif yang terbilang cukup berisiko tersebut.

Setelah mencoba "terapi listrik" rel kereta api, Arif merasa badannya lebih terasa segar dan aliran darah menjadi lancar. Bahkan sakit pinggang dan gangguan sesak di dadanya berangsur-angsur pulih.

"Alhamdulillah sejak terapi di situ jadi mendingan. Sekarang sakit pinggang saya sudah mendingan," ucapnya.

Menurut Arif, "terapi listrik" rel kereta api tidak hanya dilakukan oleh orang tua dan dewasa saja, bahkan anak remaja pun banyak yang mencobanya, tetapi anak kecil tidak diperbolehkan.

Berbeda halnya dengan pengobatan ke puskesmas dan rumah sakit yang harus menyiapkan sejumlah uang, dengan terapi listrik ini, yang diperlukan hanyalah sebuah kain lap basah dan air minum. Lap basah tersebut akan digunakan untuk menggosok rel kereta api supaya tegangan listrik yang dihasilkan menjadi lebih besar.

"Kalau kereta lewat, aliran listrik (strum) akan lebih besar, tetapi kalau keretanya enggak lewat, strumnya kecil," katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com