Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/08/2012, 07:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Bukan kali ini saja iklan testimoni pasien pengobatan alternatif mendapatkan panggung dengan beriklan di media televisi. Sebelum menjadi heboh dan ramai diperbincangkan, iklan kesaksian pasien klinik terapi alternatif pernah tayang di layar kaca.

Namun, iklan testimoni pasien klinik pengobatan alternatif kini tengah mendapat sorotan karena frekuensinya yang gencar dalam beberapa bulan terakhir. Masyarakat bahkan hampir setiap hari dapat menyimak iklan testimoni tersebut di beberapa stasiun televisi, baik nasional maupun lokal. Tak heran bila iklan kesaksian pasien ini menjadi sangat populer di masyarakat. Padahal, iklan ini dinilai beberapa kalangan berpotensi menyesatkan dan merugikan masyarakat.

Gencarnya penayangan iklan pengobatan alternatif di televisi ternyata menimbulkan keresahan di kalangan tenaga medis profesional, yakni para dokter. Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (Sekjen IDI) Slamet Budiarto mengatakan, IDI sendiri telah lama merasa resah dengan hadirnya iklan testimoni pengobatan alternatif.

IDI pernah melayangkan surat keberatan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Ia berharap KPI bisa memberi teguran dan menindak pihak-pihak terkait yang menayangkan iklan tersebut.

"Pemerintah harus bertindak. Buktikan apakah testimoni dalam iklan tersebut benar. Kalau ternyata itu tidak benar, maka pembohongan publik. Baik pemberi testimoni, pengiklan, sampai media penyiarnya seperti televisi bisa kena hukuman pidana," ujar Slamet.

Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta juga mempertanyakan peran pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, dalam mengendalikan publikasi iklan layanan kesehatan yang mengandung testimoni di dalamnya. Kemenkes dinilainya tidak peduli sehingga berakibat iklan testimoni bebas beredar.

Padahal, kata Marius, iklan layanan kesehatan yang mengandung testimoni sebenarnya dilarang. Larangan itu jelas tersurat dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1787 Tahun 2010. Permenkes ini mengandung arti setiap iklan dan publikasi layanan kesehatan harus memuat informasi berdasarkan data, berbasis fakta ilmiah, edukatif, serta memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat.

"Iklan-iklan ini didiamkan begitu lama dan tidak ada pengawasannya. Artinya, Kemenkes tidak memberi perlindungan kepada masyarakat dalam bidang pengobatan," kata Marius ketika dihubungi di Jakarta, akhir pekan lalu.

Marius menilai, Kemenkes lamban mengambil langkah preventif untuk menertibkan iklan-iklan pengobatan alternatif yang tampil di media. "Jelas iklannya testimoni kok diam saja, apa harus menunggu sampai ada korban baru ditindak? Harusnya Kemenkes ini proaktif, bukan menunggu ada korban," jelasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com