Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/10/2012, 09:00 WIB

Jakarta, Kompas - Jutaan perokok pasif ikut menanggung risiko kesehatan akibat embusan asap rokok orang lain. Di rumah tangga, setidaknya 62 juta perempuan bukan perokok berisiko terkena penyakit karena paparan asap rokok orang lain.

”Asap rokok sama bahayanya jika terhirup orang yang tak merokok. Perempuan dan anak yang sering terpapar asap rokok di rumah menanggung risiko besar terkena penyakit,” kata dokter spesialis paru dari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan RS Persahabatan, Agus Dwi Susanto, dalam Seminar Nicotine Addiction 101; Rokok Dampak Medis, Tatalaksana dan Pencegahan di RS Ketergantungan Obat Jakarta, Selasa (2/10).

Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2011, jumlah perokok laki-laki di Indonesia mencapai 67 persen atau tertinggi di dunia dan perokok perempuan 2,7 persen. Prevalensi paparan yang dialami second hand smoke (perokok pasif) di rumah adalah 71,7 persen (79,3 juta orang).

Hakim Sorimuda Pohan dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, yang juga dokter spesialis kandungan, mengatakan, asap rokok berdampak besar terhadap kesehatan perempuan, terutama perempuan hamil. ”Perempuan hamil yang terpapar asap rokok, elastisitas pembuluh darah menuju plasenta berkurang, akibatnya berat badan lahir bayi rendah,” ujarnya.

Batuk pada ibu juga mengganggu proses persalinan. Di samping itu, ada risiko cacat bawaan pada anak, kematian bayi mendadak, kecenderungan anak menjadi perokok dini, dan kanker pada alat reproduksi.

Paparan nikotin dalam jangka panjang, 10-15 tahun, mengubah sistem pembuluh darah dan sistem pernapasan. Pada perokok pasif, saluran napas lebih sensitif dan mudah terganggu.

Agus menambahkan, di RS Persahabatan, perempuan pasien kanker paru bukan perokok biasanya hidup dekat dengan perokok. ”Bagi perokok, risikonya lebih besar,” ujarnya.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia Prijo Sidipratomo menambahkan, tembakau adalah penyebab kematian yang dapat dicegah. ”Kematian prematur karena konsumsi tembakau terjadi rata-rata 15 tahun sebelum umur harapan hidup tercapai,” katanya.

Mengutip perhitungan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan, Prijo menuturkan, biaya medis 629.017 kasus yang terkait penggunaan tembakau di Indonesia tahun 2010 Rp 1,85 triliun. Kasus terkait itu, misalnya, penyakit pernapasan, gangguan jantung dan pembuluh darah, neoplasma/ kanker, dan gangguan perinatal.

Hakim mengatakan, tiga cara dengan cakupan luas dan biaya rendah untuk melindungi masyarakat Indonesia adalah menaikkan harga rokok, peringatan bergambar bahaya kesehatan dari rokok pada kemasan, dan memperbanyak kawasan dilarang merokok. (INE)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau