TELEMEDISIN (telemedicine) telah berkembang pesat, terutama saat pandemi COVID-19. Saat itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan regulasi yang mengatur kerja sama dengan 17 startup kesehatan untuk memberikan layanan telekonsultasi kepada masyarakat yang menjalani isolasi mandiri akibat terdiagnosis COVID-19.
Selain berkonsultasi, masyarakat juga dapat memperoleh layanan pengiriman obat. Diperkirakan terdapat 17,9 juta telekonsultasi yang telah dilakukan selama pandemi ini oleh perusahaan rintisan kesehatan (healthtech).
Baca juga: Pasien Covid-19 yang Isoman Dapat Akses Telemedisin dan Paket Obat Gratis, Ini Caranya
Ribuan dokter saat ini menjadi mitra penyedia layanan telemedisin, bahkan ada sejumlah dokter yang terjun sebagai technopreneur dan pengembang perusahaan rintisan di bidang kesehatan.
Di era digitalisasi yang semakin maju, keahlian dalam telemedisin menjadi semakin penting bagi calon dokter. Melalui pelayanan kesehatan jarak jauh, telemedisin juga berpotensi meningkatkan aksesibilitas, efisiensi, dan kualitas pelayanan kesehatan.
Karena itu, fakultas kedokteran perlu memperkenalkan dan mengembangkan kompetensi telemedisin dalam kurikulum pendidikan dokter. Rekomendasi WHO untuk peningkatan sistem kesehatan (health system strengthening) menunjukkan pentingnya telemedisin, baik dalam konsultasi antar fasilitas pelayanan kesehatan maupun layanan telemedisin langsung kepada masyarakat.
Berbagai publikasi juga telah mengulas uji klinis mengenai layanan telemedisin.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada beberapa kompetensi yang perlu diberikan kepada mahasiswa kedokteran saat ini, yang nantinya akan menjadi dokter di masa depan yang tidak terlepas dari ekosistem digital yang semakin matang.
Mahasiswa kedokteran perlu memahami konsep dasar telemedisin secara mendalam. Mereka perlu memahami pengertian dasar seperti telekesehatan, telemedisin antar fasilitas pelayanan kesehatan, telemedisin langsung kepada masyarakat (direct to consumer telemedicine), serta berbagai praktik telemedisin di bidang spesialisasi kedokteran seperti teleradiologi, teledermatologi.
Pengetahuan itu akan membantu mahasiswa memahami potensi, selain keterbatasannya, agar dapat menerapkannya dengan efektif dalam praktik kedokteran.
Keterampilan komunikasi dalam menjalankan praktik telemedisin juga menjadi hal penting yang perlu dikembangkan pada mahasiswa kedokteran. Dalam praktik telemedisin, komunikasi dilakukan secara virtual melalui berbagai media seperti teks, suara, atau video.
Karena itu, mahasiswa perlu belajar etika berkomunikasi secara daring dan menguasai keterampilan komunikasi yang efektif dalam situasi virtual. Mereka juga harus mampu menjalankan komunikasi yang empatik dan memahami permasalahan yang dihadapi pasien atau konsumen kesehatan secara virtual.
Aspek etika dalam telemedisin juga perlu ditekankan dalam menjalankan praktik telemedisin. Mahasiswa kedokteran harus memahami etika komunikasi daring serta batasan-batasan yang harus dijaga dalam memberikan pelayanan telekesehatan.
Mereka harus menghormati privasi dan kerahasiaan pasien serta menjaga integritas dan etika profesional dalam setiap interaksi virtual dengan pasien.
Selanjutnya, literasi teknologi juga menjadi kompetensi yang penting. Mahasiswa kedokteran perlu menguasai penggunaan alat bantu komunikasi daring seperti kecerdasan buatan (AI) dan sistem basis pengetahuan (medical knowledge based system) yang tersedia di berbagai layanan telemedisin.
Kemampuan ini akan memungkinkan mereka memanfaatkan teknologi dengan baik dalam memberikan pelayanan kesehatan jarak jauh dan membuat keputusan yang tepat berdasarkan data yang ada.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya