JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah pengamat mendorong pemerintah untuk segera menaikkan harga rokok. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, harga rokok di Indonesia termasuk yang paling rendah.
Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, meminta pemerintah segera menaikkan cukai rokok untuk meningkatkan harga rokok. Saat ini, rokok per batang di Indonesia dikenakan harga Rp 250 sampai Rp 600, sedangkan cukai yang dikenakan antara Rp 75 dan Rp 340 per batang.
"Jumlah cukai yang ideal seharusnya Rp 1.000 sehingga minimal harga rokok per batang Rp 1.100. Itu untuk rokok putih," ujarnya, Selasa (15/1/2013) kemarin di Jakarta.
Menurut Abdillah, meski sudah menetapkan PP Tembakau, pemerintah belum mementingkan urgensi dari masalah ini. "PP Tembakau masih 18 bulan ke depan diberlakukan. Sangat mengesankan masalah ini bukan masalah yang urgent," ujar Abdillah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Abdillah, untuk menurunkan konsumsi rokok di Indonesia, minimal harga rokok per bungkus adalah Rp 25.000. "Masyarakat Indonesia pada umumnya akan berhenti merokok ketika harga rokok sudah semahal itu," katanya.
Meningkatkan cukai dengan menaikkan harga rokok dinilainya bukan untuk merugikan industri rokok atau petani tembakau. "Mereka tetap diuntungkan. Namun, konsumsi rokok akan menurun karena cukai fungsinya untuk membatasi konsumsi," tambah Abdillah.
Dalam seminar bertajuk "Cukai Rokok untuk Kesehatan" itu, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany pun menyesalkan harga rokok di Indonesia yang terus turun sehingga prevalensi akibat rokok menjadi naik.
"Harga rokok per bungkus di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN termasuk yang paling rendah. Kita perlu mencontoh Singapura atau Malaysia yang berani menentukan harga tinggi untuk rokok," ujarnya.
Hasbullah menambahkan, Pemerintah Indonesia saat ini terkesan pro-industri rokok. "Terlihat iklan rokok saat ini banyak sekali. Rokok mudah didapat di toko-toko kecil, dan tidak ada larangan anak kecil membeli rokok," ujarnya.
Mantan Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Kartono Muhammad juga mendukung penerapan aturan yang lebih ketat pada industri rokok. "Indonesia termasuk negara yang memiliki prevalensi tertinggi akibat rokok, di bawah China dan India. Apa yang dilakukan negara itu (China dan India)? Pemerintahnya memberlakukan aturan ketat pada rokok. Iklan rokok dilarang, rokok dijual khusus di toko rokok," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.