Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/02/2013, 14:03 WIB

KOMPAS.com - Pertanyaan seperti di atas sering kali datang kepada saya saat bertemu dengan pasien di ruang klinik. Pasien biasanya bertanya apakah dirinya perlu makan obat untuk mengatasi kondisinya saat ini.

Kebanyakan pasien yang datang ke praktik saya memang mengalami gangguan kecemasan dengan gangguan kecemasan panik menempati urutan yang paling banyak. Pasien yang datang biasanya sudah mengalami masalah selama beberapa bulan sampai tahun.

Kondisi kehidupan pribadi maupun sosialnya biasanya sudah mengalami penurunan. Pasien cemas panik sering malah kesulitan untuk keluar rumah sendiri dan harus ditemani orang lain. Belum lagi gejala-gejala fisik yang dikenal sebagai keluhan psikosomatik yang sering membuat pasien tidak nyaman dengan dirinya. Kasus-kasus yang datang ini kebanyakan sudah menahun dan pernah mengalami pengobatan sebelumnya namun tidak berhasil sembuh baik. Banyak faktor yang mengakibatkan kesembuhan yang tidak sempurna. Salah satunya adalah ketidakpatuhan makan obat.

Obat harus dimakan teratur

Pengobatan pasien dengan gangguan cemas panik dan yang mengalami gejala-gejala psikosomatik saat ini disarankan menggunakan obat antidepresan golongan sertraline atau golongan SSRI jenis lain. Dahulu dan bahkan sampai saat ini, penggunaan obat anticemas (anxiolytic) memang masih sering menjadi pengobatan. Namun karena efeknya yang sering kali sulit lepas dan adanya toleransi maka penggunaan anxiolytic terutama yang berwaktu paruh pendek (obat ini habis masa kerjanya pendek di dalam darah) seringkali dihindari.

Alprazolam yang terkenal untuk kasus gangguan cemas panik terutama mampu mengobati dengan cepat saat serangan panik datang juga perlu diperhatikan penggunaannya. Kebanyakan tidak disarankan lebih dari 8 minggu dengan dosis yang lebih baik rendah. Sayangnya, dalam berbagai literatur dan pengalaman klinis yang dicatat oleh beberapa ahli, penggunaan alprazolam untuk pasien gangguan cemas panik membutuhkan dosis lebih tinggi.

Sayangnya, obat ini mudah meningkat pemakaiannya apalagi pada pasien dengan riwayat penggunaan alkohol dan zat narkotika lain. Saat ini, pasien dengan gangguan cemas panik seperti juga gangguan depresi lebih disarankan menggunakan obat antidepresan golongan SSRI. Efektivitasnya dan tolerabilitasnya yang baik membuat obat ini menjadi pilihan pertama saat ini.

Efeknya untuk menstabilkan kondisi kimiawi otak terutama terkait serotonin mempunyai hasil memberikan pasien kondisi perbaikan dalam gejala kecemasannya. Satu hal yang perlu diingat oleh pasien adalah dibandingkan dengan obat benzodiazepine termasuk di antaranya Alprazolam, efek obat antidepresan seperti sertraline misalnya lebih lama menimbulkan efek di pasien. Efek anticemasnya baru akan lebih bekerja di minggu kedua sampai ke empat. Pasien juga sering kali merasakan efek samping yang tidak nyaman seperti kepala kencang, mual dan gangguan fungsi seksual seperti libido yang menurun dan susah ejakulasi bagi laki-laki.

Namun demikian, pemakaian obat harus diteruskan. Saya pernah membaca salah satu blog dokter jiwa di Amerika Serikat yang menuliskan mengapa antidepresan lebih baik diresepkan oleh dokter jiwa alias psikiater. Hal itu disebabkan psikiater lebih memahami efek obat dan efek samping yang mungkin timbul. Di Amerika Serikat kita ketahui dokter umum boleh meresepkan obat-obat antidepresan namun sering kali pengetahuannya tidak mencukupi. Pasien sering kali mengeluh efek samping dan dokter buru-buru menghentikan penggunaan obat. Padahal efek samping akan hilang berjalannya waktu.

Lama makan obat diperhatikan

Pasien juga selain harus patuh makan obat setiap hari juga perlu memakan obat dalam jangka waktu tertentu. Kalau kita melihat rujukan ilmiah dari Amerika Serikat, maka penggunaan obat antidepresan pada kasus gangguan kecemasan bisa sampai 12 bulan sejak gejala membaik. Hal ini agar mencegah keberulangan.

Beberapa literatur lain mengatakan cukup 6 bulan sejak perbaikan terjadi. Banyak pasien yang merasa nyaman di minggu-minggu awal kemudian menghentikan pengobatan. Hal inilah yang perlu diingat dan dihindari oleh pasien agar tidak menjadi kambuh dan harus mengulangi pengobatan dari awal. Semoga informasi ini berguna. Salam Sehat Jiwa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau