Epidemi obesitas di banyak negara kini menjadi masalah kesehatan yang menjadi perhatian para ahli. Di negara maju, satu dari tiga anak menderita kegemukan berlebih atau obesitas, bahkan masalah ini sudah terlihat sebelum anak bisa berjalan.
Dalam studi yang dimuat dalam American Journal of Health Promotion, disebutkan sepertiga anak berusia 9 bulan berisiko atau malah sudah obesitas.
Menurut Direktur Medik Gramercy Pediatrics di New York City, Dr. Dyan Hes, ada beberapa alasan kenapa bayi bisa kegemukan.
Sebagian bayi memang akan menjadi lebih kurus saat mereka mencapai usia balita. Sementara ada beberapa anak yang memang terlahir besar. ”Jika Anda lahir dengan berat 4,5 kilogram maka seumur hidup Anda akan menjadi salah satu yang terberat," kata Hes.
Jika satu atau kedua orangtua mengalami obesitas, biasanya berat badan anak tidak jauh berbeda. Apakah kegemukan itu karena genetik atau gaya hidup, sulit ditentukan. Tapi Hes mengatakan, umumnya merupakan kombinasi.
Ibu yang mengalami diabetes gestasional semasa hamil juga cenderung melahirkan bayi besar dan anak yang kegemukan. Menurut penelitian dalam jurnal Diabetes Care, 31 persen anak yang ibunya menderita diabetes gestasional mengalami kegemukan pada usia 11 tahun.
Namun, hal utama yang diperhatikan dalah kurva pertumbuhan. Bila anak tiba-tiba gendut, maka itu adalah saat yang tepat untuk berkonsultasi ke dokter anak.
“Yang kami inginkan adalah pertumbuhan anak tetap dalam kurva. Kenaikan berat badannya tidak terlalu cepat,” kata Hes.
Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan, terkait berat badan anak:
1. Konsultasi
Ketika mengunjungi dokter, pastikan selalu membawa kartu pertumbuhan. Indonesia mengenalnya dengan Kartu Menuju Sehat (KMS). Sehingga Anda bisa melihat apakah berat badan anak tetap berada dalam garis, atau sudah menyebrang terlalu jauh. Konsultasi juga bisa digunaka untuk membicarakan pola makan dan aktivitas fisik, serta perubahan pada tubuh anak.
2. Beri ASI
“ASI adalah senjata pelindung terhadap obesitas,” kata Hes. Walau begitu menurut American Medical Associaty, memperpanjang pemberian ASI ternyata tidak lebih baik dibanding durasi yang sebentar.
3. Mulai makan padat di saat yang tepat
Walau sebagian dokter anak merekomendasikan makanan padat antara 4-6 bulan, menurut jurnal Pediatrics, 40 persen ibu melakukannya lebih cepat.
Bayi yang diberi susu formula biasanya memulai lebih dulu. Hasilnya, berdasarkan American Academy of Pediatrics, anak dengan susu formula mengalami obesitas di usia 3 tahun. Para ahli setuju untuk memperhatikan kesiapan anak dalam menentukan saat yang tepat memberi makanan padat.
4. Pilih makanan sehat
“Semua bayi dan anak perlu makan dengan cara yang sama,” kata ahli gizi, Melinda Johnson. Namun dia mengatakan, anak yang kegemukan tidak seharusnya mengikuti diet. Sebaiknya pastikan anak makan seperti biasa dengan sayur dan buah, protein tanpa lemak, dan biji-bijian.
Orangtua bisa memberi contoh memilih pola makan yang sehat dengan cara menghindari restoran cepat saji saat bersama anak.
5. Pola makan sehat
Pada tahap ini anak akan belajar bagaimana makan sebagai respon dari rasa lapar. Namun pada tahap inilah orangtua kadang terlalu ambisius. "Pada akhirnya, orangtua justru mengacaukan makan anak,” kata Johnson.
Terkadang sebagian orangtua menyingkirkan piring ketika anak masih lapar. Akibatnya anak mencari makanan lain yang bisa membuat anak makan berlebihan.
Menggunakan makan sebagai pendekatan saat anak sedih, malas, atau marah juga tidak disarankan. Menurut Johnson anak harus belajar menghormati rasa laparnya, bagaimana makan ketika lapar dan bagaimana berhenti ketika sduah kenyang.
6. Bergerak
Anak suka berlari, lompat, dan bermain. Buatlah kegiatan fisik sebagai bagian dari rutinitas keseharian anak. Pembiasaan ini akan menjadi gaya hidupnya kelak.