KOMPAS.com - "Disentuh saja tidak, dokter", demikian keluhan seorang pasien suatu sore di ruang praktek Saya. Tidak tahu mengapa pasien ini tiba-tiba seperti melepaskan kekesalannya waktu saya tanya, apakah beliau sebelumnya sudah berobat.
Tertarik dengan ungkapan ketidakpuasan pasien ini, kemudian saya bertanya, "Ibu berobat di mana?"
"Kebetulan ada pengobatan gratis dokter", jawab pasien
"Yang memeriksa Ibu, Dokter atau perawat?"
"Tidak tahu Dok, tetapi mereka memakai pakaian dokter, baju putih".
"Banyak yang berobat waktu itu?"
"Ya, banyak sekali Dok, namanya gratis, kami berbondong-bondong ke sana".
Kemudian, waktu saya sedikit memberi komentar dengan apa yang dialaminya; “barangkali itu bukan dokter, bisa saja tenaga kesehatan yang lain, dan jumlah pasien yang banyak sekali, batangkali dapat menyebabkan hal seperti itu", Pasien lalu menjawab; "tetapi Dok, apa pun alasannya, bagi kami, pasien, sentuhan dokter itu menjadi obat. Sentuhan dokter membuat kami lebih senang, tenang, puas, dan percaya. Lagi pula dokter, apa tanpa menyentuh seorang pasien, penyakit kami dapat diketahui?" Ungkap pasien yang kelihatan cerdas ini, seperti bertanya.
Tidak saya tanggapi memang pertanyaan pasien ini, tetapi hati Saya mengakui, betul sekali apa yang disampaikan pasien itu. Sentuhan, apalagi sentuhan seorang dokter sangat membantu dalam penyembuhan pasien.
Sentuhan, apapun bentuknya sejauh dibimbing oleh etika kedokteran merupakan bagian penting hubungan dokter-pasien dalam upaya membantu pasien menjadi lebih baik, mengurangi keluhan-keluhanya, membebaskan mereka dari ketakutan-ketakutan yang mengancamnya, sehubungan dengan penyakit yang dirsakannya.
Karena itu, khawatir pasien akan mengeluh hal yang sama, saya pegang tangannya, saya raba urat nadi pada tangan dan kakinya, saya selisik jari-jemari tangan, kakinya, telapaknya, saya periksa mata, telinga, hidung, mulutnya. Leher, pundak, kepala dan semua bagian tubuh lainnya yang biasanya juga harus dilakukan pada pemeriksaan fisik satu per satu saya kerjakan.
Kadang-kadang saya pegang, raba, ketuk dan saya periksa dengan steteskop. Lalu, pada bagian yang menjadi keluhannya–Pasien datang konsultasi karena pinggang bawahya yang sakit. saya pegang, raba, daerah itu cukup lama. Dan, setelah saya meletakkan telapak tangan saya beberapa waktu, pada bagian tulang belakang yang sakit itu, pasien tiba-tiba menyela, ”sakit di sana tidak terasa lagi dokter”.
“Apa benar Bu?” Tanya saya setengah tidak percaya
“Ya, Dokter, untuk apa juga Saya bohong”, kata pasien lagi
Lalu, setelah selesai memeriksanya, waktu menyodorkan resep, setengah berseloroh pasien mengatakan, “apa perlu resep ini dokter?” Saya merasa sudah sembuh.