KOMPAS.com - Faktor genetik sering dijadikan kambing hitam oleh mereka yang menderita penyakit diabetes mellitus. . Karena orang tuanya, saudaranya menderita penyakit itu, wajar juga mereka mengidap sakit yang sama.
"Ibu saya juga menderita DM dokter", kata seorang pasien setelah saya beritahu bahwa dia kena DM.
"Lantas, kalau Ibu Anda DM, bagaimana?" tanya saya.
"Ya, wajar saja kadar gula saya tinggi dokter, saya sakit DM karena ada turunan", kata pasien seolah-seolah tidak setuju bahwa gula darahnya yang tinggi itu saya katakan kuat hubungannya dengan gaya hidupnya, pola makannya, dan perutnya yang buncit itu.
Faktor keturunan, yang selama ini sering dianggap sebagai biang keladi seseorang menderita DM, memang merupakan salah satu faktor risiko DM tipe 2. Bila Anda mempunyai faktor risiko ini, kemungkinan Anda menderita DM lebih besar dibandingkan yang tidak.
Tetapi, dengan adanya faktor risiko itu, tidak berarti bahwa Anda otomatis menderita penyakit yang sama. Ada ahli yang mengatakan bahwa faktor genetik itu ibaratkan Anda mempunyai sebuah lilin. Lilin itu tidak akan menyala kalau tidak ada yang memantikkan api ke sumbunya.
Diabetes mellitus tipe 2 juga begitu, faktor genetik yang Anda bawa, tidak akan muncul bila tidak ada faktor pemantik, pencetusnya. Pencetusnya utamanya itu diantaranya adalah obesitas, gaya hidup santai (sedentary life, physical inactivity), dan pola makan tidak sehat, serta merokok.
Besarnya pengaruh gaya hidup terhadap diabetes melitus tipe 2 ini dapat dilihat dari meroketnya kasus diabetes di seluruh dunia. Sehingga, organisasi kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa diabetes mellitus menjadi penyakit epidemik di seantero dunia.
Indonesia sendiri menduduki peringkat ke 4 besar kasus diabetes setelah India, China, Amerika Seriktat dan kemudian Jepang. Pada tahun 2010, International Diabetes Federation memperkirakan 285 juta penduduk Dunia menjadi penyandang Diabetes Melitus, lebih dari 430 juta akan menderita diabetes melitus pada tahun 2030.
Meningkatnya kasus DM tipe 2 di negara berkembang termasuk Indonesia seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan dan perubahan gaya hidup penduduknya. Hal itu pula menjadi bukti yang jelas adanya hubungan gaya hidup dengan diabetes tipe 2. Sebagai contoh, yang pernah diteliti adalah penduduk pulau Nauru di Pasifik. Sampai pada tahun 1950 mata pencarian penduduknya adalah sebagai petani dan nelayan.
Diet mereka terutama dari ikan, sayur-sayuran, dan tanaman, buah-buahan yang ada di pulau itu. Pada tahun 1960, industri fosfat berkembang di sana. Setelah itu, pada tahun 1976 penduduk Nauru termasuk yang paling sejahtera di dunia. Seiring dengan itu, kebiasan kerja keras seperti bertani, nelayan mulai menghilang. Mereka yang selama ini biasa berjalan, beralih menggunakan kendaraan bermotor. Makanan impor memenuhi pertokoan, dan peralatan rumah tangga elektrik, sarana hiburan elektronik seperti TV menghiasi setiap rumah.
Perubahan gaya hidup yang dramatis akibat industrialisasi dan peningkatan kesejahteraan ini juga membawa dampak yang mencolok terhadap penduduk Nauru ini. Obesitas, diabetes melitus yang sebelumnya jarang ditemukan, sekarang menjadi penyakit yang banyak muncul di antara penduduk Nauru. Akibat obesitas dan kurang aktivitas, sebanyak 34,4 persen populasi Nauru kemudian mengidap diabetes.
Penelitian yang dilakukan di China juga demikian, urbanisasi, industrialisasi, kesejahteraan yang meningkat dan perubahan gaya hidup menempatkan China sebagai negara nomor dua terbanyak kejadian penyakit diabetes mellitus di dunia. Indonesia tampaknya juga sama saja, kejadian diabetes mellitus juga meningkat.
Istilah perawat saya, orang di kampung saja sekarang sudah banyak yang menderita DM. Dan, poliklinik penyakit dalam, ruang rawat inap penyakit dalam sekarang juga dipenuhi oleh penyandang DM dengan bermacam komplikasi.
Jadi, bila Anda sekarang menderita DM, kebetulan Anda mewarisi faktor genetik atau keturunan, jangan semata-mata menyalahkan mereka. Gaya hidup andalah yang paling menentukan. Dan, bila Anda tidak ingin seperti orang tua Anda dan khawatir menderita penyakit yang sama, maka mulai sekarang ubahlah gaya hidup Anda!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.