Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/12/2013, 08:13 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com — Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memastikan, vaksin yang beredar di Indonesia tak mengandung babi. Unsur babi hanya digunakan saat pencucian biakan mikroorganisme yang digunakan sebagai bahan vaksin. Setelah pencucian selesai, unsur babi tidak ditemukan sama sekali dalam vaksin yang siap digunakan.

"Pembuatan vaksin hanya bersentuhan dengan babi saat proses pencucian. Setelahnya tidak ditemukan lagi adanya unsur babi," ujar Ketua Bidang Kajian Obat dan Farmakoterapi PB-IDI  Masfar Salim pada acara temu media di Jakarta, Kamis (12/12/2013) kemarin.

Lebih lanjut, Masfar menjelaskan, vaksin tidak dibuat dalam waktu sebentar. Dibutuhkan waktu lebih dari 5 tahun untuk menciptakan suatu vaksin. Vaksin melewati sedikitnya lima tahap dalam pembuatannya. Setiap tahap memerlukan keahlian tersendiri dan ditangani departemen yang berbeda.

Tahap pertama adalah persiapan medium, yang dilanjutkan penanaman mikroorganisme. Mikroorganisme kemudian dibiarkan berkembang biak hingga bisa dipanen. Dalam pemanenan, mikroorganisme harus dipisahkan dengan media kultur yang disebut tahap pencucian. Selanjutnya, mikroorganisme diinaktivasi hingga menjadi vaksin yang siap digunakan.

Unsur babi sebagai bahan utama enzim tripsin digunakan pada tahap pencucian mikroorganisme. Enzim berguna sebagai katalisator yang mempercepat reaksi kimia tanpa zat tersebut ikut bereaksi.

Dalam prosesnya, proses pemisahan media kultur dan mikroorganisme dilakukan mesin dengan teknik ultrafiltrasi. Mesin ini berputar 1,4 miliar kali untuk mendapatkan mikroorganisme hasil biakan.

"Selama proses tersebut enzim tripsin membantu tanpa ikut bereaksi sehingga diperoleh mikoorganisme bahan vaksin yang tidak mengandung babi," kata vaksinolog dari FKUI-RSCM Dirga Sakti Rambe.

Sebagai bahan ikutan, enzim tripsin yang berasal dari babi tidak digunakan dalam proses pembuatan vaksin. Dari tahap inilah mikroorganisme kemudian diolah menjadi antigen, yang merupakan bahan vaksin siap pakai.

Menurut Dirga, sampai saat ini, enzin tripsin yang berasal dari babi memberi hasil yang lebih baik. Dengan menggunakan enzim tripsin yang berasal dari babi, proses pemisahan hanya membutuhkan waktu 1 minggu.

Sementara menggunakan enzim tripsin dari sapi, proses pemisahan memerlukan waktu lebih dari 1 minggu. Selain itu, hasil yang didapat belum tentu sesuai standar produksi yang telah ditetapkan.

Di Indonesia sendiri sekarang beredar kurang lebih 20 jenis vaksin. Dari jumlah tersebut hanya 3-4 jenis yang bersentuhan dengan babi. "Mikroorganisme bahan vaksin memiliki sifat yang khas. Kalaupun bisa untuk satu jenis vaksin, belum tentu bisa untuk yang lain. Karena itu, jangan disamaratakan," jelas Dirga.

Berkaca dari situasi ini, Dirga menerangkan, dirinya sepakat bila vaksin tidak harus mengikuti standardisasi halal. Hal ini disebabkan metode dan bahan baku yang digunakan selama proses pembuatan vaksin sampai saat ini, merupakan yang terbaik.

"Untuk vaksin, mungkin jangan dulu dikenakan sertifikat halal dan haram. Saat ini memang hanya bahan tersebut yang menghasilkan vaksin terbaik," kata Dirga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau