Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/02/2014, 10:17 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com -
Remaja dengan berat badan berlebih atau obesitas bukanlah hal asing saat ini. Sayangnya, meski proporsi obesitas di Indonesia mencapai 1,5-5 persen dari jumlah total penduduk dan trennya terus meningkat, penyakit ini masih belum meningkatkan kewaspadaan pata orangtua akan berat badan anaknya.
 
Padahal, penanganan obesitas tidaklah sederhana. Terutama bila peningkatan berat badan dipicu oleh dislipidemia. Ini adalah gangguan metabolisme lipoprotein yang melibatkan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol low-density lipoprotein (LDL), atau penurunan kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL) dalam darah. Dislipidemia berkaitan dengan keberadaan genotipe apoliprotein (apo) E yang diturunkan dari kedua orangtuanya.
 
Dislipidemia mengakibatkan risiko remaja mengalami penyakit kardiovaskuler dini semakin meningkat.
 
"Dislipidemia menyebabkan lapisan tunika intima media dalam pembuluh darah menebal, termasuk di arteri karotis yang menuju leher. Akibatnya, aliran darah yang membawa nutrisi dan oksigen ke otak terganggu, dan remaja berisiko terkena stroke di usia muda," kata dokter anak RSUP Fatmawati, Lanny Christine Gultom, pada pengukuhan gelar doktornya yang berlangsung di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Jakarta, Rabu (19/2/2014).
 
Dislipidemia dapat diketahui melalui skrining genotipe untuk mengetahui adanya apo 2, 3, atau 4 yang ada pada tubuh remaja. Tiap jenis apo memiliki tindak penanganan sendiri, yang ditentukan dari efek pengaturan pola makan dan latihan fisik. Jenis apo tertentu harus dibantu obat untuk membantu menurunkan kadar lemak dalam tubuh.
 
Hal inilah yang dicoba Lanny dalam risetnya yang melibatkan 60 responden dan semuanya menderita dislipidemia. Dalam riset tersebut responden yang berusia 10-19 tahun mengikuti pola diet National Cholesterol Educational Program (NCEP) 2. Pola ini ditujukan bagi pasien dengan kandungan lemak kurang dari atau sama dengan 30 persen total kalori, asam lemak jenuh kurang dari 7 persen total kalori, dan kolesterol kurang dari 200 miligram per hari.
 
Dalam riset ini responden melakukan intervensi berupa latihan fisik 3 kali seminggu, dengan durasi 60 menit. Latihan ini meliputi aktivitas aerobik dan penguatan tulang serta otot, yang disesuaikan dengan kemampuan responden. Tiap responden juga makan sesuai total kebutuhan kalori yang tidak sama pada tiap orang. Hal ini dilakukan selama 28 hari.
 
Setelah itu, dilakukan pengecekan profil darah yang membuktikan adanya perbaikan kadar kolesterol total pada 85 persen pasien, dan penurunan kadar LDL pada 66,7 persen pasien.
 
"Dari hasil ini terbukti dengan tingkat kepatuhan yang baik, pasien bisa mengendalikan obesitas akibat dislipidemia. Pasien yang tidak mengalami perbaikan menjalani pemeriksaan genotipe untuk mengetahui tipe apo E dalam tubuhnya," kata Lanny.
 
Hasilnya responden tersebut memiliki tipe apo E2 atau E4. Responden dengan tipe apo E2 melanjutkan intervensi ditambah terapi obat. Tipe apo E4 memberikan hasil trigliserida turun dan meningkat. Responden dengan kadar trigliserida menurun melanjutkan intervensi, sedangkan responden dengan kadar trigliserida meningkat intervensi dibarengi terapi obat.
 
Obat yang diberikan adalah statin yang dikonsumsi sesuai resep dokter. Perlakuan ini tidak diberikan untuk anak berusia kurang dari 10 tahun, karena dapat merusak keseimbangan hormon. Terapi ini berbeda pada tiap responden dan dilakukan dalam pengawasan dokter.
 
Riset ini menambah panjang studi yang mengatakan obesitas pada remaja dapat dikendalikan. "Tidak perlu malu memiliki anak obesitas. Yang penting segera waspada dan perbaiki pola makan. Bila perlu secepatnya ke dokter untuk mengkonsultasikan pola diet yang sesuai," ujar Lanny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau