Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/02/2014, 13:35 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com — Kegemukan atau obesitas menjadi salah satu kekhawatiran para orangtua terkait tumbuh kembang anaknya. Banyak faktor pemicu anak rentan mengalami kegemukan, di antaranya tingginya kadar gula, garam, dan lemak pada beragam makanan yang kerap kali tak terdeteksi orangtua. Apalagi bila anak memiliki kebiasaan jajan di luar rumah.

Meski faktor genetik memainkan peran yang cukup besar, faktor lingkungan jelas tak bisa diremehkan. Para orangtua sebaiknya mengetahui indikator apa saja yang dapat membuat anaknya tumbuh dengan postur yang gemuk atau langsing di masa depan.

Menurut penelitian para ahli dari Cornell University's Food and Brand Lab, ada beberapa kesamaan pengalaman di masa kanak-kanak mereka dengan indeks massa tubuh (BMI) rendah. Bila anak memiliki pengalaman ini, maka besar kemungkinan dia juga akan bertubuh langsing dan tidak mengalami obesitas.

Berikut kesamaannya :

  1. Keluarga selalu menyiapkan makanan dengan bahan segar.
  2. Keluarga kerap melakukan aktivitas fisik bersama di luar rumah.
  3. Orangtua sering bicara kepada anak tentang nutrisi.
  4. Anak memiliki durasi tidur malam yang ideal setiap hari.
  5. Anak selalu membawa bekal makan siang ke sekolah.

Kesamaan pengalaman masa kecil juga dialami pada mereka dengan BMI tinggi.

Berikut kesamaannya:

  1. Orangtua menggunakan makanan dan minuman sebagai imbalan atau hukuman kepada anak.
  2. Orangtua dan/atau kakek dan nenek mengalami obesitas.
  3. Orangtua membatasi asupan makanan anak.
  4. Anak lebih banyak minum jus atau soda dibanding air.
  5. Anak mengalami perlakuan bullying dari teman-temannya.

Peneliti mengetahui kesamaan pengalaman ini dari riset yang dilakukan pada partisipan di media sosial. Para responden dengan berbagai latar belakang tersebut menjawab pertanyaan seputar obesitas dan bagaimana memprediksinya.

Pengumpulan data membutuhkan waktu 2 minggu dan melibatkan 532 responden. Kebanyakan responden adalah wanita yang berasal dari Amerika.

Riset ini merupakan hasil kolaborasi internasional dengan peneliti dari University of Amsterdam, VTT Technical Research Centre of Finland, University of Vermont, Institute for Environmental Decisions, dan Cornell University. Hasil penelitian telah dimuat dalam jurnal PLOS one.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau