Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/05/2014, 11:21 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

KOMPAS.com - Sejak ditemukan pertama kali di Arab Saudi pada tahun 2012, sampai saat ini penyakit Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS) sudah merenggut lebih dari 100 nyawa. Virus korona penyebab MERS memang ganas dan bisa mematikan.

Menurut dokter spesialis paru FKUI/RSCM Diah Handayani, MERS merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus. Berbeda dengan penyakit pernapasan umumnya yang disebabkan bakteri, perkembangan MERS jauh lebih cepat.

"Dalam hitungan jam, bukan hari, penyakit ini sudah menyebabkan kerusakan paru yang parah. Ini karena tingkat virulensi atau kemampuan virus menyebabkan penyakit untuk MERS sangat tinggi," jelas Diah kepada Kompas Health, Rabu (7/5/2014).

MERS, hampir sama seperti pneumonia lainnya yaitu awalnya menyerang paru-paru dan menyebabkan peradangan pada organ tersebut. Bila peradangan sudah meluas, maka fungsi paru-paru akan menurun.

Setelah fungsi organ tersebut menurun, suplai oksigen untuk organ tubuh lainnya terganggu. Inilah yang kemudian memicu peradangan di organ lainnya. Biasanya organ yang terkena setelah paru-paru adalah ginjal dan hati.

Peradangan di organ-organ tersebut menurunkan fungsinya, pada tahap yang sudah parah dapat menyebabkan kegagalan organ. Inilah yang mengakibatkan kematian pada pasien pneumonia, termasuk MERS.

"Pasien umumnya akan mengalami multi-organ failure atau kegagalan multi organ, jadi tidak hanya satu organ yang mengalami kegagalan berfungsi, tetapi banyak," jelas dokter dari Divisi Infeksi, Departemen Pulmologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi ini.

Berbeda dengan SARS, MERS menyerang orang dari kelompok umur di atas 50 tahun. Sebanyak 65 persen korban adalah laki-laki dan 63,4 persen menderita infeksi saluran pernapasan akut.

Guru Besar Pulmonologi FKUI Menaldi Rasmin seperti dikutip KOMPAS (8/5/14) menuturkan, virus korona belum dikenal tubuh. Hal ini menyebabkan sistem pertahanan tubuh belum mampu menangkalnya dengan baik sehingga jatuh korban jiwa.

Saat ini di Indonesia sudah ditemukan kasus meninggalnya beberapa jemaah yang baru pulang ibadah umrah, namun belum ada yang dipastikan MERS. Terakhir Rabu (8/5/2014) sore, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Bali Ketut Suarjaya mengatakan, kasus kematian jemaah umrah di Bali bukan diakibatkan oleh MERS.

"Pasien sebelum berangkat sudah memiliki penyakit paru-paru kronis dan penyakit jantung, sehingga kemungkinan penyebab kematian adalah dari sakit yang dideritanya. Namun tidak ditemukan virus MERS oleh tim dari Biomol Fakultas Kedokteran Universitas Udayana," tegasnya saat dihubungi Kompas Health.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau