Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/08/2014, 16:06 WIB

KOMPAS.com -
Sejak ditemukan pertama kali oleh Ruyan Corporation di Tiongkok pada 2003, rokok elektronik atau e-cigarette mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Rokok tersebut diklaim bisa menjadi cara untuk mengurangi kecanduan rokok.

Rokok elektronik ada yang berbentuk seperti rokok asli tapi lebih banyak yang terlihat seperti pulpen. Rokok ini juga mengeluarkan asap seperti layaknya rokok biasa. Hanya saja asap itu berasal dari uap air. Para penggunanya pun bebas merokok di mana pun, bahkan di dalam ruangan.

Menggunakan baterai lithium kecil, rokok elektronik perlu diisi ulang (rechargeable). Beberapa di antaranya dilengkapi lampu LED di ujungnya sehingga memiliki efek menyala seperti rokok tembakau.

Baca juga: Terungkap Identitas Penumpang Alphard Putih Saat Insiden Patwal Tendang Pemotor di Puncak

Di dalam rokok elektronik terdapat alat yang menghasilkan panas untuk menguapkan cairan. Cairannya sendiri bisa berupa nikotin cair atau berbagai pilihan rasa sesuai selera. Ada yang memiliki rasa buah, bunga, hingga rasa tembakau.

Rokok elektronik juga diklaim lebih sehat karena uap yang dihasilkan tidak mengandung karbonmonoksida. Penelitian juga menunjukkan kadar nikotin dan zat-zat lain dalam rokok tersebut dalam jumlah yang tidak berbahaya.

Rokok elektronik diketahui mengandung propilen glikol dan gliserin sayuran. Kedua bahan ini merupakan komposisi penghasil uap dalam rokok. Propelin glikol tak lain adalah zat tambahan dalam makanan dan pembuat kabut buatan dalam sebuah pertunjukkan panggung.

Baca juga: Dedi Mulyadi Cari Kades yang Marah soal Pembongkaran Bangunan Liar di Bekasi

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menyatakan bahwa gliserin sayuran tergolong zat yang aman untuk digunakan.

Tak ayal, perputaran uang industri rokok elektronik mencapai angka Rp 15 triliun per tahun. Sedangkan omzet perusahaan mampu menembus angka Rp 30 triliun dalam 5 tahun.

Dampak jangka panjang dari rokok ini memang masih dalam penelitian. Meski demikian, dalam sebuah survei terhadap 128 dokter di AS, diketahui 35 persen dokter telah menganjurkan rokok elektronik untuk perokok yang ingin berhenti.

Meski FDA menyatakan salah satu komposisi rokok elektronik aman konsumsi, tetapi FDA belum mengeluarkan pernyataan rokok ini sebagai alat untuk berhenti merokok. Rokok elektronik yang beredar di Indonesia pun belum memiliki izin dari Kementrian Kesehatan atau BPOM. (Kevin Sanly Putera)


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jokowi Bantah soal Utusan yang Ingin Batalkan Pemecatannya di PDI-P terkait Kasus Hasto Kristiyanto
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau