Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/03/2015, 17:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyakit infeksi telinga termasuk penyakit yang sering ditemui di masyarakat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, diperkirakan 90 persen manusia pernah mengalami setidaknya satu episode radang telinga dalam hidupnya. Tetapi penyakit ini sering diabaikan dan tidak segera diperiksakan karena alasan malu.

Infeksi telinga tengah atau awam menyebutnya "congek" memang berkonotasi dengan sesuatu yang kotor dan ejekan. Stigma tersebut membuat banyak orang malas ke dokter dan berusaha menutup-nutupi penyakitnya.

"Infeksi telinga seharusnya tidak perlu dipermalukan dan disembunyikan. Justru harus dibuka dan diobati sedini mungkin sebelum timbul komplikasi," kata Prof.Zainul A Djaafar, Sp.THT-KL, dari RS THT Jakarta dalam seminar media "Waspada Bahaya Ketulian akibat Radang Telinga Tengah" yang diadakan SOHO Global Health di Jakarta (5/3/15).

Zainul mengatakan, infeksi telinga pada anak-anak sebaiknya jangan dianggap remeh. Penyakit ini bisa menyebabkan anak demam tinggi lalu turun, rasa nyeri, anak gelisah, sakit kepala, bahkan sampai kejang.

Infeksi telinga yang menahun ditandai dengan pecahnya gendang pendengaran dan keluarnya cairan berulang berupa nanah dan lendir.  Seiring dengan semakin baiknya gizi masyarakat dan kondisi lingkungan yang bersih, saat ini infeksi telinga terkadang tidak mengeluarkan cairan berupa nanah, tapi cairan bening yang muncul kadang-kadang.

"Bahkan congek modern ini tidak ada cairan sama sekali, kering. Tapi kalau diteropong kelihatan gendang telinganya sudah rusak," katanya.

Infeksi telinga biasanya diderita anak-anak. Tapi jika tidak diobati tuntas, penyakit ini terus mengalami perburukan dan gejalanya bisa muncul lagi di usia dewasa. Stadium penyakitnya pun sudah dikategorikan otitis media supuratif kronik (OMSK) dan harus diobati dengan jalan operasi.

Data di RS THT Jakarta tahun 2012 menunjukkan, dari operasi THT yang dilakukan ditemukan 150 kasus OMSK. Sementara itu di tahun 2013 angkanya naik menjadi 184 kasus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com