Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atur Kehamilan untuk Cukup Gizi dan Hindari Bayi Lahir Prematur

Kompas.com - 29/04/2015, 10:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Remaja yang telanjur menikah harus memahami risiko yang mungkin dihadapi ketika hamil. Karena itu, sangat dianjurkan untuk menunda kehamilan agar bayi yang dikandung mendapat asupan nutrisi cukup dan tidak terlahir prematur.

Hal itu disampaikan Direktur Bina Upaya Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Elizabeth Jane Soepardi, Selasa (28/4), di Jakarta. Menurut Jane, jika seorang remaja yang telah menikah dipaksa hamil, asupan nutrisi baik untuk ibu hamil bersangkutan maupun janin yang dikandung tidak cukup.

Menurut Jane, di usia 18-25 tahun, seorang perempuan masih mengalami perubahan fisik dan otak walau tidak sepesat ketika berusia 10-18 tahun. Oleh karena itu, remaja bersangkutan masih membutuhkan nutrisi yang baik. Jika sudah hamil, tubuhnya akan berebut nutrisi dengan janinnya.

"Banyak ibu hamil yang masih remaja mengalami eklampsia (keracunan kehamilan) atau preklampsia sehingga melahirkan prematur," ujar Jane.

Selain itu, risiko bayi lahir prematur bisa terjadi pada ibu hamil yang sudah cukup umur, tetapi mengalami anemia kronik. Hal ini sangat terkait dengan pola makan yang kurang baik. Anak yang lahir dari ibu yang mengalami anemia kronik berisiko stunting (bertubuh pendek). Perkembangan fisik dan otaknya juga terganggu.

Sebagian ibu hamil yang melahirkan prematur, lanjutnya, mengalami anemia. Ini disebabkan oleh pola makan yang tidak bagus, misalnya kurang buah dan sayur.

Direktur Bina Kesehatan Ibu Kemenkes Gita Maya menambahkan, selain berisiko pada kelahiran prematur, pernikahan dini dan asupan nutrisi yang kurang juga bisa menyebabkan kematian bayi beserta ibu melahirkan. Pemeriksaan kehamilan menjadi penting untuk membantu seorang ibu mempersiapkan kehamilan dan persalinan.

Gita menyebutkan, ada sekitar 5.000 ibu melahirkan setiap tahun di Indonesia. Jika kehamilan dan persalinan mereka tidak dipersiapkan dengan baik, risiko kematian ibu dan bayi semakin besar.

Promosi kesehatan

Menurut Gita, sudah banyak yang dilakukan pemerintah. Ke depan, intervensi kesehatan harus lebih didorong pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit secara simultan. Jika banyak ibu hamil mengalami hipertensi dan anemia, misalnya, intervensi harus lebih ke hulu, yakni jauh sebelum ibu tersebut hamil. Artinya, asupan nutrisi remaja perempuan harus benar-benar dijaga.

Jane menambahkan, selama ini, penyuluhan tentang gizi seimbang telah gagal. Baik orang tua maupun anak-anak di Indonesia kurang makan sayur dan buah yang salah satunya bermanfaat untuk detoksifikasi. Mengoreksi status gizi ibu hamil yang mengalami anemia kronik tidak bisa dilakukan saat hamil, tetapi jauh sebelum hamil. (Adhitya Ramadhan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau