Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/05/2015, 12:00 WIB

KOMPAS.com - Orangtua di Asia, termasuk Indonesia, sangat termotivasi untuk membesarkan anak-anak yang pintar. Namun, banyak orangtua yang kurang memahami bagaimana sebenarnya proses belajar alami anak.

Kecerdasan seorang anak sebenarnya bisa dipersiapkan sejak bayi dalam kandungan. Ini berarti calon ibu harus mempersiapkan dirinya dengan baik, terutama aspek gizi dan kesiapan mentalnya, sehingga bayi yang dilahirkan pun akan sehat.

Menurut Dr.Eddy Fadlyana Sp.A (K), Ketua Unit Kerja Tumbuh Kembang Ikatan Dokter Anak Indonesia, urutan proses belajar bayi dimulai dari proses melihat.

"Apa yang anak lihat atau dengar akan disimpan dalam memorinya, kemudian berdampak jadi kognitif sehingga anak bisa berpikir dan beraksi," kata Eddy dalam acara media diskusi dalam acara peluncuran Wyeth Nutrition Science Center di Jakarta (26/5/15).

Ia menambahkan, pada dasarnya proses belajar adalah stimulasi. "Yang paling penting adalah stimulasi atau interaksi dari orangtua dan lingkungannya. Proses stimulasi ini berdampak paling besar, karenanya sesibuk-sibuknya orangtua harus punya waktu untuk mengajak main anak-anaknya," paparnya.

Orangtua bisa mengajak anak bermain dengan permainan yang mengasah otak, misalnya bermain musik, menggambar, mengelompokkan bentuk, hingga aktivitas yang mengasah fisik seperti bermain bola, menari, atau berenang. Ajak anak untuk berkomunikasi dan berdiskusi sesuai perkembangan usianya.

Hasil dari proses belajar anak tersebut bisa dilihat melalui beberapa faktor, yakni kemampuan motorik kasar, motorik halus, kemampuan bicara, dan sosial emosionalnya.

Yang tak kalah penting dalam mendukung kecerdasan anak adalah nutrisi. Pada tahap mengamati, gizi yang baik membantu pertumbuhan fungsi penglihatan, sementara dalam proses berpikir, zat gizi seperti DHA akan membantu kemampuan kognisi dan perkembangan otak anak. Kemudian saat anak beraksi, gizi yang lengkap dibutuhka untuk membantu perkembangan pencernaan dan daya tahan tubuh anak sehingga anak sehat dan aktif.

Dipaparkan oleh Dr.Carol L.Cheatham, tidak ada satu zat gizi dominan yang dibutuhkan anak. Penelitian menunjukkan, zat-zat gizi harus dikombinasikan karena cara kerja mereka di dalam tubuh adalah saling bersinergi.

"Misalnya saja, DHA dan kolin bekerja bersama untuk membantu meningkatkan kemampuan fokus anak, demikian juga Kolin dan lutein. Kesemuanya tidak berperan sendiri-sendiri," kata Cheatham.

Eddy menambahkan, pemberian nutrisi pada anak harus tepat, bukan hanya jenisnya tapi juga waktunya. Misalnya saja, dalam masa kehamilan yang merupakan masa pembentukan otak anak, diperlukan zat-zat gizi tertentu. Kemudian setelah lahir anak perlu mendapat ASI karena mengandung DHA yang dibutuhkan untuk perkembangan sambungan-sambungan antar otak.

"Kalau pada masa-masa penting tersebut di mana perkembangan otak sedang pesat dan anak kekurangan nutrisi, dampaknya bisa permanen," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau