Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Tak Perlu Resahkan MERS, tetapi Tetap Waspada

Kompas.com - 05/06/2015, 08:00 WIB

Oleh JOHANES GALUH BIMANTARA

JAKARTA, KOMPAS — Walaupun kasus Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS) di Korea Selatan sudah menjadi kejadian luar biasa terbesar di luar Arab Saudi, Pemerintah Indonesia mengimbau masyarakat untuk tetap tenang. Sistem kesehatan di Indonesia ataupun di dunia untuk menangkal sindrom itu sudah berjalan.

Meski demikian, keaktifan masyarakat untuk senantiasa menjaga kesehatan merupakan hal mutlak guna mengurangi risiko penularan seminimal mungkin.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan M Subuh mengatakan, peringatan perjalanan (travel warning) ke suatu negara dikeluarkan pemerintah jika kondisi negara tersebut mengancam keamanan dan keselamatan warga negara yang akan berkunjung. Peringatan itu antara lain karena perang, terorisme, dan penyakit. Namun, peringatan perjalanan ke negara tertular koronavirus penyebab MERS (MERS-CoV) saat ini belum diperlukan.

"Sejak sindrom merebak tahun lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mengeluarkan peringatan perjalanan hingga saat ini. Begitu pula negara-negara lain yang berkepentingan dengan Arab Saudi," kata Subuh saat dihubungi, Kamis (4/6). Menurut dia, hal ini karena Pemerintah Arab Saudi diyakini bisa menangani dan melokalisasi penyakit MERS.

Negara-negara lain yang berhubungan dengan Arab Saudi, termasuk Indonesia yang setiap tahun mengirimkan jemaah haji dan umrah, percaya bisa melakukan cegah tangkal terhadap penyakit tersebut.

WHO, sejak tahun lalu, mengumumkan Public Health Emergency of International Concern yang menyatakan MERS sebagai penyakit menular yang dapat mengganggu kesehatan dan meresahkan masyarakat dunia. Pengumuman tersebut belum dicabut sampai sekarang sehingga kesiapsiagaan negara-negara tidak diturunkan.

Subuh menuturkan, kesiapsiagaan Indonesia tidak pernah kendur terhadap MERS. Bahkan, kesiapsiagaan terhadap segala jenis penyakit bersumber binatang (zoonosis) sudah dimulai sejak 2008, saat flu burung merebak di Indonesia.

"Kami menyiagakan 100 rumah sakit rujukan di seluruh Indonesia serta dua laboratorium penelitian di Jakarta dan Surabaya," ujarnya.

Kewaspadaan ditingkatkan

Khusus untuk 13 pintu masuk internasional di Indonesia, baik pelabuhan laut maupun bandar udara, Subuh meminta langkah kewaspadaan kantor kesehatan untuk mencegah MERS tidak hanya ditujukan pada penumpang dari Timur Tengah, tetapi juga dari Korsel.

Pada sisi lain, masyarakat tidak perlu resah karena MERS di Korsel merupakan "impor" dari Timur Tengah, bukan berasal dari negeri itu. Pemerintah Korsel pun sudah meningkatkan upaya melokalisasi virus dengan mengisolasi mereka yang tertular ataupun diduga tertular.

Tjandra Yoga Aditama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes, menambahkan, sampai saat ini belum ada pembatasan kepergian ke Korsel setelah MERS merenggut dua nyawa di sana serta ada tambahan lima kasus MERS-CoV positif, Rabu (3/6). Sebab, lebih dari 80 persen MERS di dunia terjadi di Arab Saudi.

"Jauh lebih banyak orang Indonesia yang ke Arab Saudi daripada ke Korsel sehingga kewaspadaan utama tetap pada kunjungan ke atau dari Timur Tengah," ujarnya.

Tjandra mengatakan, kasus pertama di Korsel terjadi pada pria berusia 65 tahun yang baru mengunjungi Timur Tengah, yaitu Bahrain, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar. Pria ini mendarat di Bandara Seoul 4 Mei tanpa gejala, kemudian baru mengeluh batuk dan demam pada 11 Mei. Dengan adanya tambahan kasus itu, total sudah 30 kasus MERS-CoV positif di Korsel.

Meski sistem kesehatan global sudah kuat, Subuh meminta masyarakat aktif mengantisipasi secara mandiri, yakni dengan menegakkan perilaku hidup bersih dan sehat sehingga kekebalan tubuh terjaga. Ia juga mengimbau masyarakat menunda perjalanan ke negara-negara dengan penularan MERS jika memang tidak penting.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau