KOMPAS.com – Stres dan tertekan merupakan dua kata yang menggambarkan keadaan Sali--bukan nama sebenarnya—setiap menjelang akhir bulan. Sebagai seorang senior auditor di kantornya, ia bertanggung jawab atas proses tutup buku bulanan. Dia juga harus membimbing para juniornya.
Kewajiban rutin itu bagai mimpi buruk yang selalu menghampiri Sali. Baru pertengahan bulan saja, dia sudah terbayang malam-malam lembur dan kesibukan yang harus dihadapinya.
Akhirnya, Sali membekali diri dengan cokelat, kue, dan kudapan-kudapan mengandung MSG sebagai penghiburan. Tanpa ia sadari, kebiasaan ini memunculkan risiko yang lebih besar baginya, salah satunya penyakit diabetes.
"Stres memicu peningkatan hormon kortisol dalam tubuh. Hal ini membuat tubuh dalam kondisi cemas terus-menerus," kata Casey Crump, pakar kesehatan dari Standford University, seperti dikutip Kompas.com pada Selasa (26/1/2016).
Hormon kortisol tersebut bisa meningkatkan detak jantung serta mempercepat pernapasan. Hormon ini juga menyalurkan glokusa ke dalam darah untuk diubah sebagai energi, yang menaikkan kadar gula darah.
Crump menambahkan, stres juga sering kali diikuti kebiasaan mengonsumsi makanan tidak sehat sekalipun aktivitas fisik sedang rendah. Perilaku ini menggiring seseorang pada kegemukan dan menjadi faktor terjadinya resistensi insulin.
Manajemen stres
Stres kerap kali timbul bukan karena beratnya beban hidup, melainkan pada perspektif seseorang menghadapi tantangan yang harus dihadapinya. Karenanya, mengubah pola pikir merupakan jurus untuk mencegah stres.
Bagi Anda yang berkecimpung di pekerjaan dengan kerawanan tinggi terjangkiti stres, sebaiknya jeli menyikapi rutinitas. Terlebih lagi bila Anda menderita diabetes, hal ini tak sekadar mencegah hidup terasa sesak tetapi juga mengurangi risiko tambahan dari penyakit tersebut.
Cari jalan untuk mengubah hal-hal yang mengganggu Anda sebelum menjangkiti pikiran. Misalnya, rutinitas kantor yang menjemukan bisa Anda selingi dengan pergi makan siang di luar bersama teman atau memanfaatkan waktu istirahat untuk olahraga di gym di dekat kantor.
Selain itu, belajarlah untuk lebih santai. Saat dihadapkan pada masalah yang memancing emosi, luangkan waktu selama satu menit sampai dua menit untuk menenangkan diri sebelum menghadapinya.
Apabila hari-hari Anda diwarnai dengan tekanan berat, belajarlah teknik pereda relaksasi. Anda bisa duduk atau berbaring, tenangkan diri, lalu tarik dan buang napas secara perlahan selama 5-20 menit.
Relaksasi seperti itu akan membuat A1C—parameter yang menunjukkan perkembangan diabetes—cenderung menurun. Studi dari Duke University di Durham, Carolina Utara, bahkan menyatakan bahwa manajemen stres sama efektifnya dengan mengonsumsi obat diabetes.
Alternatif lainnya, Anda bisa mulai rutin berolahraga untuk menjauhi stres dan rasa cemas. Aktivitas satu ini membantu tubuh mengeluarkan hormon endorfin alias zat yang bertanggung jawab menghadirkan rasa bahagia. Olahraga juga mengurangi aliran hormon kortisol dalam darah.
Jika Anda termasuk orang yang mudah dijangkiti stres, pantau pula kesehatan secara berkala. Antisipasi diabetes dengan rutin mengukur kadar glukosa darah.
Sekarang, pemeriksaan ini dapat Anda lakukan sendiri tanpa ke dokter, dengan kehadiran alat-alat periksa mandiri seperti OneTouch SelectSimple. Alat uji diabetes mandiri tersebut sudah dilengkapi test strip dan dapat membantu Anda mendapatkan informasi kadar gula darah dalam waktu singkat.
Biasakan untuk mencatat hasil tes dan bandingkan dengan tingkat stres Anda. Bila kadar gula darah tinggi selalu seiring dengan beratnya kadar stres, lebih baik Anda segera berkonsultasi ke dokter sebelum diabetes menambah daftar mimpi buruk Anda bahkan pada siang hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.