JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia dinilai tidak berdaya di hadapan industri produk tembakau. Sejumlah fakta mengindikasikan campur tangan industri rokok amat besar dalam pengambilan kebijakan.
Ketua Bidang Khusus Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Widyastuti Soerojo, Senin (15/8), di Jakarta, mengatakan, industri rokok di negara mana pun bertujuan memaksimalkan laba dengan segala cara. Hal yang membedakan ialah sikap pemerintah menanggapinya.
Dokumen indeks campur tangan industri produk tembakau di tujuh negara ASEAN 2014-2015 yang dirilis South East Asia Tobacco Control Alliance menunjukkan, indeks campur tangan industri produk tembakau di Indonesia 78 pada 2014 dan naik jadi 82 pada 2015.
Di enam negara lain, indeksnya turun. Malaysia turun dari 72 jadi 69, dan Filipina dari 71 jadi 65.
Tahun 2016, indeks campur tangan industri rokok di Indonesia naik jadi 85. "Perlindungan bisnis rokok oleh pemerintah lebih besar dibandingkan proteksi kesehatan warga dan dampak buruk rokok lainnya," ujarnya.
Di Indonesia, indeks campur tangan itu diukur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), IAKMI, dan Forum Warga Kota Jakarta. Indikatornya, tingkat partisipasi dalam penyusunan kebijakan, tanggung jawab sosial korporasi, manfaat bagi industri rokok, dan transparansi. Data penghitungan indeks dari laman resmi lembaga pemerintah, produsen, dan kelompok pro rokok.
Campur tangan industri rokok pada pemerintah ditandai, di antaranya, belum sebulan dilantik, Menteri Perindustrian saat itu, Saleh Husin, mengunjungi salah satu pabrik rokok membuat peta jalan industri hasil tembakau 2015-2019. Hasilnya, Peraturan Menperin Nomor 63 Tahun 2015 menargetkan produksi rokok 524 miliar batang pada 2020.
Koordinator Bantuan Hukum Yayasan LBH Indonesia Julius Ibrani menambahkan, RUU Pertembakauan tak perlu karena diatur 14 UU lain. Penyusunan RUU hanya mengakomodasi industri rokok. (ADH)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Agustus 2016, di halaman 17 dengan judul "Industri Mengintervensi Kebijakan".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.