NEW YORK, KOMPAS — Pemimpin sejumlah negara setuju untuk memperketat penggunaan antibiotik. Hal itu disebabkan penyalahgunaan antibiotik memicu mikroba kebal obat dan penyakit semakin sulit ditangani.
Persetujuan itu dicapai pada pertemuan pimpinan sejumlah negara di sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Anita Yossihara dan Kris Mada, Rabu (21/9) malam waktu setempat, dari New York, Amerika Serikat.
"Mikroba kebal antibiotik mengancam kesehatan manusia, keberlanjutan produksi pangan dan pembangunan," kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia Margaret Chan.
Delegasi negara-negara dalam pertemuan itu sepakat memperketat penggunaan antibiotik. Mereka juga sepakat perlunya pengawasan global untuk memastikan pengetatan itu berjalan. Negara-negara anggota PBB juga setuju untuk membuat aturan yang memastikan pengetatan penggunaan mikroba karena peningkatan kasus mikroba kebal terhadap antibiotik.
Resistensi antimikroba atau AMR terjadi saat bakteri, virus, parasit, dan jamur lebih tahan terhadap aneka obat dan antibiotik yang semula bisa membasmi mikroba. Hal itu karena mikroba menjadi kebal akibat penggunaan antibiotik tak terkendali atau dosis berlebihan.
Pengawasan peternakan
Di banyak peternakan, penggunaan antibiotik tak terkendali pada hewan pun terjadi. Antibiotik menjadi bagian pakan ternak. "Pemakaian antibiotik di peternakan harus dikendalikan melalui praktik higienis,," kata Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) José Graziano da Silva.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) Monique Eloit menambahkan, penggunaan antibiotik di peternakan dibutuhkan. Kesehatan hewan penting dijaga karena terkait kesehatan manusia. Namun, pemakaian antibiotik pada peternakan harus dikendalikan.
Penyalahgunaan antibiotik menjadi perhatian karena kematian akibat AMR diperkirakan mencapai 10 juta jiwa pada 2050. Angka itu melebihi kematian akibat kanker, yakni 8,2 juta jiwa per tahun. Bank Dunia memperkirakan, biaya penanganan dampak AMR 100 triliun dollar AS.
Tingginya angka kematian itu dipicu berbagai penyakit akibat AMR. Penyakit-penyakit itu kian ganas dan tidak bisa diobati. Infeksi sederhana di masa kini bisa menjadi berbahaya karena mikroba pemicunya kian kebal obat.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menegaskan, AMR mengancam kehidupan. Di Afrika, sekitar 200.000 bayi meninggal per tahun karena AMR. "Di 105 negara, ada kasus tuberkulosis kebal obat. Di Delta Mekong, Asia Tenggara, virus malaria kebal obat," ucapnya.
Kini, AMR mengancam upaya komunitas global mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). Bahkan, jika kasus AMR berlanjut, pasien tak bisa diobati. "Ancaman AMR butuh respons global," ujarnya.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 September 2016, di halaman 14 dengan judul "Perketat Penggunaan Antibiotik".