Ada yang menjabat tangan, tos (high five), adu kepalan tangan (fist bump), atau mengatupkan kedua tangan di depan dada sambil membungkukkan badan ke depan (namaste).
Terlepas dari tujuan dan latar budaya di balik tradisi salaman tersebut, dunia kesehatan pernah meneliti risiko penularan penyakit dari sejumlah gaya bersalaman.
Adu kepalan tangan paling higienis
Melansir LA Times, para ahli dari Aberystwyth University Wales, pada 2014, melacak perpindahan bakteri dan patogen saat orang berjabat tangan, tos, sampai adu kepalan tangan.
Ahli meneliti sukarelawan yang menggunakan sarung tangan mengandung bakteri penyebab diare dan infeksi saluran cerna, E.coli.
Para sukarelawan lantas disuruh berjabat tangan, tos, sampai adu kepalan tangan dengan sukarelawan yang belum terpapar bakteri.
Hasilnya mengejutkan. Bersalaman dengan cara berjabat tangan bisa menularkan 124 juta mikroba E.coli.
Jumlah bakteri yang ditularkan tersebut nyaris dua kali lipat lebih banyak ketimbang orang yang hanya tos, dan sekitar 20 kali lipat lebih banyak ketimbang adu kepalan tangan.
Dengan kata lain, adu kepalan tangan seperti salam yang dipopulerkan Barrack Obama, 20 kali lebih higienis ketimbang jabat tangan biasa, dan 10 kali lebih higienis ketimbang tos.
Menurut perwakilan peneliti, Sara Mela dan David E. Whitworth, transfer bakteri dalam berbagai gaya bersalaman sangat dipengaruhi durasi masing-masing.
Para ahli menyebut, umumnya jabat tangan lebih lama tiga detik daripada tos atau adu kepalan tangan.
Selain terkait durasi kontak, beragam gaya bersalaman juga dipengaruhi tekanan saat berjabat tangan.
Ahli mengunakan alat dinamometer untuk menakar pengaruh tekanan atau cengkeraman tangan orang saat bersalaman, dengan penularan bakteri.
Jabat tangan erat memungkinkan penularan bakteri lebih banyak ketimbang orang yang berjabat tangan tidak terlalu erat.
Menurut peneliti, riset eksperimentalnya bisa jadi menelurkan hasil serupa apabila materi mikrobanya diganti virus atau patogen berbahaya.
"Demi alasan kesehatan, kami menyarankan orang beradu kepalan tangan (fist bump) yang lebih higienis daripada bersalaman biasa," kata peneliti.
Dilema jabat tangan
Selain riset dari Wales, ahli dari West Virginia University juga pernah membuat riset mini dengan melibatkan dua pekerja rumah sakit.
Kedua tenaga kesehatan itu diminta berpindah dari lobi rumah sakit menuju ruang bedah di lantai lima.
Sepanjang perjalanan, dua orang tersebut memencet tombol lift, membuka gagang pintu, dan memegang benda sekitar yang bagian permukaannya potensial mengandung kuman.
Setibanya di lantai kelima, kedua tenaga kesehatan tersebut menjabat tangan 20 orang tenaga kesehatan lainnya.
Sebanyak 20 orang yang baru dijabat tangannya itu lantas diminta mencuci tangannya dengan benar. Lalu, kuman di tangan mereka diamati, berapa banyak yang masih tersisa.
Lain hari, eksperimen lain diulang namun dua pekerja kesehatan tersebut diminta melakukan adu kepalan tangan, bukan salaman dengan jabat tangan.
Dari kedua gaya bersalaman tersebut, ahli melihat jumlah patogen yang tertinggal dari orang yang berjabat tangan empat kali lebih banyak ketimbang saat adu kepalan tangan.
Kendati faktanya adu kepalan tangan lebih sehat ketimbang jabat tangan biasanya, namun tradisi bersalaman biasanya dianggap bisa memberikan rasa tenang kepada pasien.
Jabat tangan dari dokter kepada pasien juga disebut sebagai cara menunjukkan empati.
Terlepas dari kemungkinan banyaknya kuman yang menyebar saat melakukan sentuhan fisik dengan orang lain, ada baiknya Anda senantiasa menjaga kebersihan.
Melansir Harvard Health Publishing, cara terbaik mencegah penularan infeksi kuman dan bakteri adalah dengan rajin-rajin membersihkan tangan.
Hal yang perlu diingat, gunakan sabun saat mencuci tangan. Atau pakai gel pembersih tangan (hand sanitizer) berbasis alkohol. Kedua cara tersebut dapat meminimalkan infeksi penyakit.
https://health.kompas.com/read/2020/03/02/150200968/salaman-tos-adu-kepal-tangan-mana-paling-baik-cegah-penularan-penyakit