KOMPAS.com – Virus corona baru penyebab Covid-19 telah mengakibatkan banyak korban jiwa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah mendeklarasikan infeksi virus corona atau Covid-19 sebagai pandemi global.
Menurut laporan WHO, satu dari enam orang penderita positif Covid-19 mengalami gejala sakit parah dan berat.
Beberapa kelompok pasien yang dilaporkan mengalami dampak infeksi berat, di antaranya yakni:
Sementara, data menunjukkan sebanyak 80 persen penderita infeksi virus corona hanya mengalami gejala ringan atau tidak menunjukkan gejala sakit berat.
Meski demikian, siapa saja tetap dianjurkan terus menjaga diri agar terhindar dari infeksi Covid-19.
Untuk itu, perlu kiranya masyarakat memahami sejumlah kelemahan dari virus corona, sebagai berikut:
1. Mudah hancur dengan sabun
Melansir The Guardian, Pall Thordarso, Profesor Kimia di University of New South Wales, Sydney, menjelaskan alasan sabun dapatbekerja dengan sangat baik pada Sars-CoV-2 maupun pada sebagian besar virus lainnya.
Hal itu dikarenakan, virus adalah partikel nano rakitan di mana penghubung terlemah adalah lipid (lemak) bilayer.
Sabun melarutkan membran lemak dan virus itu hancur berantakan dan mati, atau lebih tepatnya, tidak aktif karena virus tidak benar-benar hidup.
Penjelasan lebih lengkapnya, yakni kebanyakan virus terdiri dari tiga blok pembangun utama: asam ribonukleat (RNA), protein dan lipid.
Sel yang terinfeksi virus membuat banyak blok bangunan ini, yang kemudian secara spontan berkumpul sendiri untuk membentuk virus.
Secara kritis, tidak ada ikatan kovalen yang kuat yang menyatukan unit-unit ini, yang berarti Anda tidak perlu bahan kimia keras untuk memisahkan unit-unit tersebut.
Ketika sel yang terinfeksi mati, semua virus baru ini melarikan diri dan terus menginfeksi sel lain. Beberapa berakhir juga di saluran udara paru-paru.
Saat Anda batuk, atau terutama saat bersin, tetesan kecil dari saluran udara dapat terbang hingga 10 meter. Sementara virus corona bisa pergi melalui droplet setidaknya dua meter.
Tetesan kecil ini dapat berakhir di permukaan dan sering mengering dengan cepat. Tetapi virus tetap aktif.
Kulit manusia adalah permukaan yang ideal untuk virus. Ini adalah "organik" dan protein dan asam lemak dalam sel-sel mati di permukaan berinteraksi dengan virus.
Ketika Anda menyentuh, misalnya permukaan baja dengan partikel virus di atasnya, itu akan menempel pada kulit atau tangan.
Jika kemudian menyentuh wajah Anda, terutama mata, lubang hidung, atau mulut, Anda bisa terinfeksi.
Mencuci virus dengan air saja mungkin berhasil. Tetapi air tidak bagus untuk bersaing dengan interaksi yang kuat dan mirip lem antara kulit dan virus. Jadi, air tidak cukup.
Hal ini akan berbeda jika air disemakan dengan sabun.
Sabun mengandung zat seperti lemak yang dikenal sebagai amphiphiles, beberapa di antaranya secara struktural sangat mirip dengan lipid dalam membran virus.
Molekul sabun “bersaing” dengan lipid dalam membran virus. Ini kurang lebih bagaimana sabun juga menghilangkan kotoran normal dari kulit.
Sabun tidak hanya melonggarkan "lem" antara virus dan kulit tetapi juga interaksi yang menyatukan protein, lipid, dan RNA dalam virus.
2. Tak bisa bertahan lama tanpa inang
Pakar Virologi di US National Institutes of Health (NIH), Neeltje van Doremalen, dan rekan-rekannya di Rocky Mountain Laboratories di Hamilton, Montana, termasuk salah satu tim peneliti pertama yang melakukan tes tentang kemampuan SARS-CoV-2 bertahan hidup di berbagai permukaan.
Studi mereka yang telah diterbitkan dalam New England Journal of Medicine, menunjukkan bahwa virus tersebut dapat bertahan dalam droplet hingga tiga jam setelah terlepas ke udara.
Droplet halus berukuran antara 1-5 mikrometer atau sekitar 30 kali lebih kecil dari lebar rambut manusia disebut bisa tetap mengudara selama beberapa jam di udara yang tenang.
Kondisi ini menandakan bahwa virus yang bersirkulasi dalam sistem pendingin udara tanpa filter hanya akan bertahan paling lama selama dua jam, terutama karena tetesan aerosol cenderung mengendap pada permukaan lebih cepat dalam udara yang berpolusi.
Tetapi, studi NIH ini menemukan bahwa virus SARS-CoV-2 bertahan lebih lama di atas permukaan kardus, yakni bisa 24 jam dan bahkan 2-3 hari di permukaan plastik dan stainless steel.
Berdasarkan temuan tersebut, para ahli pun menduga virus bertahan lama di gagang pintu, meja dapur yang dilaminasi atau dilapisi plastik, dan permukaan keras lainnya.
Namun, para peneliti juga mendapati bahwa virus corona cenderung mati dalam waktu sekitar empat jam di permukaan tembaga.
3. Bisa dikalahkan dengan antibodi
Melansir The Guardian, Profesor Imunologi di University of Manchester, Sheena Cruickshank, menjelaskan ketika seseorang bersentuhan dengan kuman yang belum pernah dikenali tubuh sebelumnya, orang tersebut pada dasarnya memiliki berbagai penghalang untuk mencoba menghentikan kuman itu masuk ke tubuh.
Adapun contoh-contoh penghalang tersebut, yakni kulit, ingus, dan mikrobiome.
Sementara, di bawahnya, tubuh kita sebenarnya sudah dipenuhi oleh sel-sel epitel yang sangat sulit untuk dilalui oleh virus.
Mereka memproduksi antimikroba termasuk yang paling relevan dengan virus corona, yaitu senyawa antivirus yang cukup berlawanan.
Jika patogen melewati pertahanan ini, ia harus melawan sel darah putih atau sel kekebalan tubuh.
Sel-sel tersebut akan menghadapi virus tanpa disadari. Sistem ini juga merupakan dasar dari vaksinasi.
4. Lemah setelah terkena diseinfektan
Melansir laman Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), virus corona merupakan virus yang memiliki selubung atau sampul (enveloped virus) dengan pelindung lapisan lemak.
Oleh karena itu, virus ini dapat dilemahkan dengan diseinfektan.
“Disinfektan dapat merusak lapisan lemak tersebut sehingga membuat virus corona cukup lemah dibandingkan dengan norovirus yang merupakan virus tanpa selubung dan virus lainnya yang memiliki cangkang protein yang lebih kuat,” ungkap Kepala Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI, Ajeng Arumsari di Bandung, Jawa Barat pada Senin (23/3).
Peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI, Chandra Risdian, mengungkapkan banyak produk rumah tangga umum mengandung konsentrasi bahan aktif yang sesuai untuk disinfeksi.
Dia menjelaskan, beberapa bahan aktif dan konsentrasi efektifnya telah terbukti efektif melawan virus corona berdasarkan studi literatur yang dilakukannya.
Berikut beberapa bahan aktif yang dimaksud tersebut:
5. Sensitif terhadap suhu tinggi
Melansir SCMP, tim dari Universitas Sun Yat-sen di Guangzhou, Ibu Kota Provinsi Guangdong China Selatan, menemukan hasil bahwa virus corona sangat sensitif terhadap suhu tinggi.
Fokus penelitian yang telah diterbitkan pada Februari lalu tersebut, yakni menentukan bagaimana penyebaran virus corona baru mungkin dipengaruhi oleh perubahan musim dan suhu.
Dalam laporan penelitian itu, ditemukan bahwa suhu panas memiliki peran yang signifikan terhadap perilaku virus.
Suhu dapat secara signifikan mengubah transmisi Covid-19 dan mungkin ada suhu terbaik untuk penularan virus.
Di mana, virus corona dikatakan dalam penelitian, sangat sensitif terhadap suhu tinggi, sehingga dapat mencegahnya menyebar di negara-negara yang beriklim hangat.
Sementara di negara dengan iklim yang lebih dingin, penyebarannya lebih mungkin terjadi.
Kesimpulan yang disarankan dalam penelitian, yakni negara dan wilayah dengan suhu yang lebih rendah mengadopsi langkah-langkah kontrol yang paling ketat.
Meski begitu, meeka tidak dianjurkan untuk hanya mengandalkan musim panas agar virusnya mati.
https://health.kompas.com/read/2020/04/14/115800168/5-kelemahan-virus-corona