KOMPAS.com - Saat memilih minuman untuk menemani santap siang Anda, rasanya jus buah akan terasa menyegarkan sekaligus menyehatkan.
Ya, jus buah segar sering kali dianggap minuman yang paling sehat. Tak jarang minuman ini masuk dalam menu banyak jenis diet.
Bahkan, jus buah segar sering diklaim bisa membantu menurunkan berat badan, memulihkan keadaan tubuh, hingga detoksifikasi.
Namun, apakah jus buah segar benar-benar sehat seperti yang kita pikirkan selama ini?
Jus buah sering kali dianggap tidak berbahaya karena kandungan gulanya adalah fruktosa.
Dalam hal ini, buah memang mengandung fruktosa tapi gula tersebut terkandung dalam sel buah yang ada pada serat buah utuh.
Artinya, butuh sistem pencernaan kita sebentar untuk memecah sel-sel ini dan agar fruktosa memasuki aliran darah. Sedangkan untuk jus buah tidak demikian.
"Jus buah memiliki sebagian besar serat yang dihilangkan," ungkap Emma Elvin, penasihat klinis senior lembaga diabetes di Inggris dikutip dari BBC Future.
Itu mengapa fruktosa dalam jus buah dihitung sebagai "gula bebas" seperti madu dan gula yag ditambahkan pada makanan.
Merujuk pada rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), batas tambahan gula pada orang dewasa hanya 30 gram. Ini setara dengan 150 ml jus buah per hari.
Dapat sebabkan diabetes tipe 2
Selain itu, dengan serat yang dihilangkan, fruktosa jus buah diserap lebih cepat.
Lonjakan gula darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan pankreas melepaskan insulin untuk menstabilkannya.
Seiring waktu, mekanisme ini bisa saja aus dan meningkatkan risiko diabetes tipe 2.
Pada 2013, para peneliti menganalisis data kesehatan dari 100.000 orang yang dikumpulkan antara 1986 dan 2009. Hasilnya, mereka menemukan bahwa konsumsi jus buah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2.
Mereka menyimpulkan hal ini terjadi karena cairan melewati lambung ke usus lebih cepat dari padatan.
Bahkan ketika kandungan nutrisinya mirip dengan buah utuh, jus buah menyebabkan perubahan kadar glukosa dan insulin yang lebih cepat dan lebih besar.
Studi lain juga menemukan hubungan antara jus buah dan diabetes tipe 2. Temuan ini didapatkan setelah mengikuti diet dan status diabetes lebih dari 70.000 perawat selama 18 tahun.
Para peneliti menjelaskan bahwa alasan yang mungkin untuk hal ini karena kurangnya komponen lain yang ditemukan dalam buah utuh, seperti serat.
Lebih baik konsumsi jus sayur
Jus yang mengandung sayuran dapat memberikan lebih banyak nutrisi dan lebih sedikit gula daripada jus yang hanya terbuat dari buah.
Melansir dari Web MD, jus sayur dapat menjadi pilihan yang baik untuk kesehatan Anda. Misalnya saja jus tomat mengandung banyak likopen yang membantu menurunkan risiko kanker prostat.
Meski begitu, jus sayur masih kekurangan serat yang berharga.
Padahal, serat dapat membantu Anda mengurangi rasa lapar.
Tak hanya itu, diet tinggi serat telah dikaitkan dengan risiko lebih rendah terkena penyakit jantung koroner, stroke, tekanan darah tinggi dan diabetes.
Jus buah sebabkan kelebihan kalori
Selain berkaitan dengan diabetes tipe 2, konsumsi jus buah berlebihan juga berhubungan dengan kelebihan kalori.
Hal ini ditegaskan dalam studi yang dilakukan John Sievenpiper, profesor di Departemen Ilmu Gizi Universitas Toronto.
Dia menemukan efek negatif terhadap kadar gula darah dan insulin saat puasa ketika makanan memberikan kelebihan kalori dari gula, termasuk jus buah.
Namun, ketika kalori secara keseluruhan tidak berlebih, ada beberapa keuntungan mengonsumsi buah utuh dan jus buah.
Sievenpiper menyimpulkan bahwa 150 ml jus buah yang direkomendasikan WHO per hari merupakan porsi rata-rata yang masuk akal.
"Mengonsumsi buah utuh lebih baik daripada jus buah, tetapi jika Anda akan menggunakan jus sebagai pelengkap buah-buahan dan sayuran, tidak apa-apa. Namun, menjadi masalah jika Anda menggunakan jus untuk hidrasi dan minum dalam jumlah besar," kata Sievenpiper.
Untuk perkara diet, para ahli menyatakan bahwa sejumlah penelitian menunjukkan minum jus buah tidak lantas membuat kita makan lebih sedikit.
Padahal, konsumsi jus buah sendiri berarti mengonsumsi kalori yang cukup besar.
"Juga mudah untuk mengonsumsi jus buah dalam jumlah besar dengan cukup cepat, yang berarti kalori ekstra. Dan ketika kalori meningkat, ini dapat berkontribusi pada penambahan berat badan," kata Elvin.
Benarkah jus buah dapat digunakan untuk dektoksifikasi?
Salah satu alasan populernya jus buah adalah upaya detoksifikasi. Namun, manfaat itu dibantah oleh Roger Clemens, profesor ilmu farmasi di University of Southern California.
"Seluruh konsep diet jus menjadi detoksifikasi adalah kekeliruan," kata Clemens.
"Kita mengonsumsi senyawa setiap hari yang mungkin beracun dan tubuh kami melakukan pekerjaan detoksifikasi dengan sendirinya dan menghilangkan segala yang kita makan dengan baik," sambungnya.
Hal ini juga berlaku jika Anda berpikir untuk menjadikan jus buah sebagai cara mendapatkan nutrisi.
"Ada banyak nutrisi yang terkandung di bagian buah-buahan seperti di kulit apel, yang hilang ketika Anda membuat jus," kata Heather Ferris, asisten profesor kedokteran University of Virginia, AS.
"Anda pada akhirnya hanya akan mengonsumsi air gula dengan beberapa vitamin saja," tegasnya.
Jadi, meskipun jus buah lebih baik daripada tidak ada buah sama sekali, ada batasnya.
Jus mengandung risiko ketika dikonsumsi lebih dari 150 ml per hari, atau ketika itu membuat kita melebihi asupan kalori yang direkomendasikan.
Lebih baik lagi jika Anda lamhsung memakan buah utuh untuk mendapatkan semua nutrisi dalam daging buah. Selain itu, seratnya akan membantu Anda merasa kenyang lebih lama dan mengurangi rasa lapar.
https://health.kompas.com/read/2020/08/15/163400168/benarkah-jus-buah-segar-minuman-yang-menyehatkan-