KOMPAS.com – Proses vaksinasi Covid-19 di Indonesia kini sudah memasuki tahap 2 untuk pekerja publik.
Vaksinasi tahap kedua ini juga dilakukan bagi masyarakat lanjut usia (lansia) di atas usia 60 tahun.
Artinya, semakin banyak anggota masyarakat yang nantinya mendapatkan vaksin Covid-19.
Rencananya, 38.513.446 orang diharapkan selesai divaksin pada Mei 2021.
Terkait pemberian vaksin Covid-19 ini, banyak dari masyarakat mungkin sudah sering mendengar imbauan bahwa setelah disuntik vaksin tetap harus menerapkan protokol kesehatan (prokes).
Arahan ini memang benar adanya untuk mencapai target memutuskan rantai kasus infeksi Covid-19 atau setidaknya mengendalikan kasus infeksi.
Juru Bicara Satgas Covid-19 RS Universitas Sebelas Maret (UNS) dr Tonang Dwi Ardyanto, SpPK, Phd mengatakan, vaksinasi Covid-19 tidak menjamin 100 persen partisipannya tidak akan terinfeksi Covid-19.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sendiri telah mengungkapkan hasil analisis interim uji klinis terhadap vaksin Sinovac di Bandung bahwa efikasi vaksin Sinovac sebesar 65,3 persen. Angka ini telah memenuhi persyaratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni di atas 50 persen.
Apa artinya efikasi 65,3 persen?
Tonang menjelaskan, yang dimaksud efikasi vaksin hanya 65,3 persen bukan berarti kalau ada 100 orang divaksin maka yang 35 orang di antaranya bisa tetap terkena Covid-19.
“Efikasi itu risiko relatif, rasio risiko atau perbandingan risiko, antara yang divaksin dan yang tidak divaksin,” terang dia ketika dimintai penjelasan, Kamis (25/2/2021).
Dia menerangkan, angka efikasi 65,3 persen berarti orang yang tidak divaksin memiliki risiko 3 kali lipat daripada yang mendapat vaksin.
Jadi, pemberian vaksin Covid-19 tetap bermanfaat.
Lalu, maksudnya apa risiko 3 kali lipat itu?
Tonang mengatakan, jika divaksin maka seseorang ibaratnya menjadi punya 3 perisai. Sedangkan kalau tidak divaksin, hanya punya 1 perisai.
“Untuk apa (perisai)? Untuk mencegah kena Covid-19 bergejala. Yang divaksin, masih aman kalau baru tembus 2 perisai. Kalau yang tidak divaksin, langsung kena begitu tembus 1 perisai. Jadi lebih mudah ditembus yang tidak divaksin,” ujar dia.
Tonang mengungkapkan, tingkatan terbaik dari pemberian vaksin Covid-19 adalah vaksin tersebut mampu mencegah terjadinya infeksi.
Namun, dengan masa uji klinik yang singkat, target uji klinik vaksin saat ini baru pada tingkat mencegah timbulnya gejala kalaupun terpaksa terkena infeksi virus corona.
Dengan demikian, dia menerangkan, dari 100 orang yang divaksin, bisa saja lebih dari 95 orang tetap bebas dari Covid-19 atau jikapun terkena penyakit tersebut, tidak timbul gejala asal semua orang itu tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Sebaliknya, bisa saja lebih dari 35 orang yang sudah divaksin itu terkena Covid-19 dan bergejala kalau ternyata tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan.
“Jadi ada syaratnya, apa? Ya itu tadi, penerapan protokol kesehatan tetap harus disiplin. Setelah divaksin, tetap disiplin,” kata dia.
Lantas, kapan harus tetap disiplin protokol kesehatan meski sudah divaksin?
Tonang menjawab, sampai nanti terbukti pandemi Covid-19 sudah terkendali.
Kemudian, secara bertahap, protokol kesehatan bisa dilonggarkan.
Bagaimana gambarannya? Menurut dia, cuci tangan bisa jalan terus, pakai masker hanya saat bergejala, dan jaga jarak hanya bila bertemu yang tidak dalam lingkungan sehari-hari.
Akan tetapi, Tonang menegaskan, penerapan protokol kesehatan yang dilonggarkan itu berlaku nanti, masih belum jelas kapan.
“Kuncinya sekarang ada dua, yakni tetap disiplin dan lancarkan program vaksin,” tutur dosen FK UNS Solo tersebut.
https://health.kompas.com/read/2021/02/25/140600368/sampai-kapan-tetap-harus-disiplin-protokol-kesehatan-meski-sudah-divaksin