Muasalnya, karena pedangdut Saipul Jamil bebas dari penjara dan diberi panggung untuk tampil di televisi setelah terjerat kasus pedofilia.
Kemunculan selebritas kontroversial ini melahirkan kritik berupa petisi pemboikotan Saipul Jamil untuk tampil di televisi. Petisi tersebut didukung sedikitnya setengah juta orang.
Untuk memberikan pemahaman terkait salah satu bentuk kejahatan seksual terhadap anak ini, simak penjelasan dokter spesialis kesehatan jiwa mengenai apa arti pedofilia dan bagaimana dampaknya pada korban.
Apa arti pedofilia?
Dokter spesialis kesehatan jiwa dr. Dharmawan A. Purnama, Sp.KJ menjelaskan, pedofilia adalah gangguan seksual yang menyebabkan hasrat seksual menyimpang jadi tertarik pada anak di bawah usia 13 tahun.
“Pedofilia itu kriterianya orang dewasa yang suka sama anak-anak di bawah usia 13 tahun,” kata Dharmawan, saat diwawancarai Kompas.com, Senin (6/9/2021).
Menurut Dharmawan, gangguan seksual ini bisa bawaan sejak kecil, serta muncul karena trauma.
“Ada pedofilia yang bawaan. Jadi dari kecil pelaku stuck cenderung suka sama anak kecil. Ada yang karena trauma. Misalnya, karena dominasi pasangannya,” jelas dia.
Diagnosis gangguan seksual ini tidak bisa sembarangan. Melainkan, perlu serangkaian pemeriksaan medis kejiwaan dari ahli kesehatan mental.
“Apabila ada orang dewasa, sukanya sama anak kecil dan tidak suka sama yang lain, itu ada indikasi pedofil dan perlu pemeriksaan medis lebih lanjut,” kata Dharmawan.
Ihwal orientasi seksual pelaku pedofilia, Dharmawan meluruskan anggapan bahwa pedofilia sering terkait dengan homoseksual.
“Pedofil tidak selalu homoseksual, bisa saja heteroseksual,” ujar Dharmawan.
Dampak pedofilia pada psikologis korban
Dokter spesialis kesehatan jiwa dr. Dharmawan A. Purnama, Sp.KJ menyebutkan, dampak pedofilia pada psikologis korban tak boleh disepelekan.
Korban pedofilia atau anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual dapat menanggung beban gangguan psikologis, antara lain trauma sampai perubahan perilaku seksual.
“Anak-anak bisa trauma, atau bisa menikmati. Kalau menikmati, nanti perilaku seksual korban bisa berubah. Misal orientasi korban awalnya heteroseksual, karena ada trauma tersebut, perilaku seksualnya jadi lebih ke sesama jenis,” tutur Dharmawan.
Untuk membantu memulihkan kondisi psikologis korban, Dharmawan mengatakan korban kejahatan seksual seperti pedofilia membutuhkan dukungan psikiater sekaligus psikolog.
“Korbannya mesti didampingi, diintevensi secara psikologis, trauma ini kan bisa jadi PTSD, mesti diobati, mesti diterapi. Di sini perlu kerja sama psikiater dan psikolog,” ucapnya.
Menurut dia, proses pemulihan korban sampai trauma batinnya benar-benar pulih perlu berkelanjutan, serta disesuaikan dengan masa perkembangan anak.
“Proses pendampingan anak mesti berkesinambungan sesuai dengan masa perkembangannya. Sampai kita yakin betul korban punya coping mechanism dari traumanya,” lanjutnya.
Proses pemulihan agar sembuh dari dampak pedofilia terkadang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Bahkan bisa jadi lebih lama ketimbang hukuman yang diberikan kepada pelaku pedofilia.
https://health.kompas.com/read/2021/09/12/190100568/apa-arti-pedofilia-dan-dampaknya-pada-korban-begini-penjelasan-dokter