KOMPAS.com - Mungkin beberapa dari kita pernah merasakan betapa sedihnya jika cinta ditolak, kehilangan orang yang kita sayangi, atau dikecewakan orang yang kita suka.
Seringkali saat-saat seperti itulah yang dapat membuat seseorang menjadi patah hati.
Memang terdengar sepele, namun sebenarnya patah hati berefek pada kesehatan kita lebih dari yang kita sadari.
Patah hati dapat berdampak pada kesehatan mental maupun fisik.
Dampak patah hati pada psikologis
Hellen Fisher, seorang antropolog biologi dan penulis dari Anatomy of Love, mengatakan pada Tech Insider bahwa seseorang dapat mengalami penurunan emosional saat menghadapi penolakan atau patah hati.
Hal ini disebut separation anxiety yang artinya seseorang merasa cemas setelah suatu perpisahan.
“Ketika Anda terpisah dari seseorang dan menjadi cemas, Anda ingin mereka mengirim pesan teks, ingin mengatakan Anda menginginkan mereka, atau menelpon mereka dan memberi tahu bahwa Anda masih menyayangi mereka,” ujar Fisher.
Fisher turut menjelaskan bahwa jika seseorang yang patah hati otaknya dites dengan pemindai otak, daerah otak yang terkait dengan kecanduan akan menjadi aktif.
Hal ini terjadi karena jika Anda dicampakkan seseorang, sebenarnya Anda bisa lebih mencintai orang tersebut.
Fisher menyebutnya ‘daya tarik frustasi’, yaitu ketika seseorang tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkan, dia akan mencoba lebih keras untuk mendapatkannya.
Dampak patah hati pada jantung
Tidak hanya memiliki dampak emosional, seseorang yang mengalami patah hati yang berat dapat menimbulkan broken heart syndrome atau sindrom patah hati.
Institute of Human Anatomy menyatakan bahwa broken heart syndrome sebenarnya bukanlah nama yang tepat untuk kondisi tersebut.
Kondisi ini lebih dikenal dengan sebutan Takatsubo Cardiomyopathy, yang merupakan bahasa Jepang untuk “masalah otot jantung yang terlihat seperti perangkap gurita”.
Dinamakan seperti demikian karena pada kondisi ini jantung menggelembung dan terlihat seperti kendi yang digunakan untuk menangkap gurita.
Peneliti masih belum mengetahui patofisiologi yang tepat untuk kondisi ini.
Namun, pasien dari kondisi ini biasanya menderita semacam trauma emosional sebelumnya. Selain trauma emosional, peneliti menemukan adanya katekolamin, atau dikenal sebagai adrenalin.
Jika seseorang mengalami trauma emosional, jantung akan berdetak kencang dan tingkatan adrenalin akan melonjak.
Lonjakan adrenalin inilah yang dapat menyebabkan Takotsubo Cardiomyopathy.
Namun, Institute of Human Adrenaline percaya bahwa tidak hanya karena trauma emosional atau adrenalin, melainkan banyak hal yang terjadi di saat yang bersamaan juga dapat menyebabkan hal ini terjadi.
Terlepas dari apa penyebabnya, apa yang terjadi pada jantung adalah bagian bawah jantung yang runcing (apex) menggembung, sedangkan bagian atas ventrikel kiri (base) berkontraksi. Jadi jika jantung mengalami kontraktur dan pembengkakan pada saat yang bersamaan, itulah yang membuat bentuk perangkap gurita seperti namanya.
Kondisi ini menimbulkan masalah karena, selain jantung benar-benar membesar, jantung tidak lagi dapat berkontraksi secara efektif.
Ini berarti tidak dapat memompa jumlah darah beroksigen yang cukup untuk dikirim ke seluruh tubuh.
Akibatnya, tubuh kekurangan oksigen dan dapat berpotensi fatal.
Meskipun ada kemungkinan berakibat fatal, sebagian pasien dapat pulih sepenuhnya, kecuali jika mereka memiliki kondisi lain yang mendasarinya.
Ventrikel kiri kira-kira akan kembali normal setelah beberapa bulan istirahat dan beberapa obat, seperti beta blocker.
https://health.kompas.com/read/2022/06/01/100000968/jangan-disepelekan-patah-hati-bisa-berdampak-pada-kesehatan-jantung