JAKARTA, KOMPAS.com - SIAPA yang tak doyan melahap makanan cepat saji? Selain mudah mendapatkannya, lazimnya makanan yang biasa disebut junkfood ini terkenal lezat. Tidak hanya itu, jenis sajiannya pun beragam dengan harga yang terjangkau isi dompet. Dengan berbagai kelebihan itu, penganan ini menjadi bagian hidup masyarakat urban.
Namun, Anda yang terbiasa mengonsumsi makanan ini tak boleh lengah. Terlalu banyak mengonsumsi junkfood berefek buruk bagi kesehatan. Selain banyak mengandung bahan kimia, junkfood umumnya juga tidak mengandung cukup gizi bagi tubuh.
"Yang lebih penting lagi, junkfood tidak mengandung serat makanan," kata Susianto, pakar gizi dari Indonesia Vegetarian Society (IVS).
Tak heran, berbagai penelitian menyebutkan bahwa banyak warga masyarakat di kota-kota besar di seluruh dunia - terutama orang yang selalu sibuk dengan pekerjaan - umumnya kekurangan serat. Padahal, rata-rata, kebutuhan serat setiap manusia hanya 25 gram sampai 40 gram per hari.
Jumlah segitu sebetulnya terbilang sedikit. Nyatanya, tak banyak orang perkotaan yang mampu memenuhi kebutuhan serat. Di Indonesia, "Warga Indonesia baru mampu memenuhi kebutuhan serat sekitar 10 gram-15 gram per hari. Warga perkotaan lebih rendah lagi," ujar dia.
Padahal, serat makanan sangat mudah didapat dari sayur-mayur dan buah-buahan. Dalam jumlah yang cukup, serat berpengaruh bagi pencernaan. Yakni, meningkatkan kinerja usus dalam mencerna makanan. Gizi makanan bisa terserap sempurna, sedang sisa-sisa dari proses pencernaan bisa melewati usus untuk dibuang.
Dari kanker, jantung, sampai diabetes
Cuma, karena pola makan yang tak seimbang, pasokan serat makanan berkurang. Akibatya, proses pencernaan tidak berlangsung normal. "Alhasil, sisa makanan sulit sulit keluar dari usus dan bisa mengakibatkan sembelit," kata Susianto.
Dalam jangka waktu yang lama, bukan hanya sembelit saja yang akan timbul. Sisa makanan yang tertinggal dalam usus itu pun akan menimbulkan peradangan atau infeksi usus. Bila hal ini terjadi, Anda bisa bersiap-siap masuk rumah sakit lantaran berbagai penyakit bisa timbul.
Berbagai penyakit itu, antara lain, kanker usus dan anus hingga penyakit jantung. Penyakit kanker usus, misalnya, timbul karena usus mengalami infeksi akibat bekerja ekstrakeras sewaktu mencerna makanan yang kurang serat.
Dalam catatan National Cancer Institute, sepertiga kematian akibat kanker usus disebabkan oleh pola makan yang salah karena tak menghitung kebutuhan serat. Kekurangan serat juga memicu hemoroid atau wasir. Akibat minus serat, feses yang merupakan sisa hasil proses pencernaan menjadi keras. Akibatnya, "Usus yang ada di dekat anus membengkak karena dipaksa mengeluarkan feses keras," kata Susianto. Inilah yang menjadi cikal bakal kanker anus.
Serat dalam takaran yang pas sejatinya bisa mengikis lemak. Makanya, orang yang kekurangan serat akan mudah mengalami obesitas atau kegemukan. "Tanpa serat, jumlah lemak akan terus bertambah dan semakin menumpuk di bagan," imbuh Haryati, ahli gizi Rumahsakit Mediros, Jakarta Pusat.
Selain itu, penumpukan lemak juga akan meningkatkan jumlah kolesterol. Kolesterol yang terlalu banyak akan menutup pembuluh arteri. Akibatnya, penyakit jantung pun tak akan terelakkan lagi. "Selain penting bagi pencernaan, serat makanan juga mampu menurunkan kadar kolesterol," tandas Haryati.
Serat makanan pun membantu menurunkan kadar gula dalam darah. Serat bisa menurunkan kadar trigliserida darah, sehingga kadar gula jadi berkurang. Makanya, bila kurang serat, penyakit diabetes bisa timbul pula. "Karena itu, banyak ahli menyarankan penderita diabetes melakukan diet kaya serat agar gula darahnya menurun," ajar Haryati. (Adi Wikanto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.