Kedua peristiwa itu sangat menyentuh perasaan Tommy. Ia berurai air mata menangisi dua peristiwa itu dengan wajah disembunyikan, tidak ingin diketahui orang lain. Dalam percakapan, tampak ia tetap lekat dengan burung itu.
Kekecewaan itu tak terobati selama ayahnya di luar kota. Sang ayahlah yang menanamkan kesayangannya kepada binatang. Ia tak dapat berharap dari ibunya, yang kurang peduli kepada binatang peliharaan, untuk mendapatkan burung pengganti sehingga ia cenderung marah kepada ibunya. Ibu yang merupakan sumber kelekatan akhirnya sekaligus menjadi “sumber” kemarahannya.
Akhirnya Lestari memahami situasi yang dihadapi anaknya. Ternyata anaknya mengalami stres akibat berbagai perubahan, di sekolah dan di rumah. Sungguh hal yang tak terbayang sebelumnya.
Mengenal stres
Stres merupakan respons terhadap berbagai faktor atau situasi yang menciptakan emosi negatif, perubahan fisik, juga kombinasi perubahan fisik dan emosi. Ini merupakan kondisi yang tidak menyenangkan yang dapat dialami baik oleh orang dewasa maupun anak-anak.
Dalam keadaan tertentu, stres justru dapat menjadi motivator. Misalnya, ketika takut gagal ujian, kita justru terdorong untuk belajar secara maksimal. Namun, stres yang berat bagaimanapun akan mengganggu kehidupan, aktivitas, dan kesehatan.
Semua orang memiliki respons alami terhadap stres yang merupakan bentuk pertahanan hidup (survival). Anak-anak juga memiliki cara tersendiri dalam menghadapi stres. Mereka belajar merespons stres dengan pengalaman dan hasil pengamatannya. Ada yang menjadi agresif, ada yang berperilaku serampangan, ada pula yang menarik diri dari pergaulan.
Penyebab dan gejala
Stres pada anak sering kali disebabkan hal-hal yang dianggap sepele oleh orangtua. Lestari, misalnya, menganggap kehilangan burung hanya soal kecil. Demikian pula kepergian orangtua untuk bertugas, rasanya hal biasa, bisa diganti dengan komunikasi via telepon, toh masih ada kakak, kakek-nenek, dan pembantu. Ternyata ini merupakan persoalan besar bagi Tommy, yang meskipun bisa ceria, memiliki perasaan sensitif.
Respons anak-anak terhadap situasi tertentu dapat berbeda-beda. Ada situasi yang dianggap menegangkan bagi anak yang satu, tapi tidak untuk anak lain. Meski demikian, stres pada anak biasanya disebabkan oleh:
- Situasi baru yang terasa asing atau tak terduga.
- Harapan-harapan yang tidak pasti terpenuhinya.
- Antisipasi terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan (sakit dan sebagainya).
- Ketakutan akan gagal (prestasi belajar ataupun dalam pergaulan).
- Memasuki tahap penting dalam kehidupan (meninggalkan TK masuk SD, dan sebagainya).
Ketika mengalami stres, anak-anak mungkin tidak mengetahui dirinya mengalami stres. Oleh sebab itu, orangtua diharapkan waspada terhadap kemungkinan anak-anaknya mengalami stres serius, yang dapat dikenali dari gejala-gejala seperti:
- Gejala fisik: sakit kepala, sakit perut atau mulas-mulas, gangguan tidur, mimpi buruk, mengompol, bicara gagap, hilangnya nafsu makan atau perubahan lain dalam kebiasaan makan, dan gejala fisik lain tanpa sakit fisik.
- Gejala emosional atau perilaku: cemas, gelisah, tidak bisa rileks, takut sesuatu (takut gelap, takut sendirian, takut orang asing, dan sebagainya), gangguan konsentrasi belajar, menempel terus pada orangtua atau pengganti orangtua, marah, menangis, rewel, tidak dapat mengendalikan emosi, perilaku agresif, keras kepala, regresi (kembali berperilaku seperti masa kecil), tidak berkeinginan untuk berpartisipasi dalam aktivitas keluarga atau sekolah. @
MM Nilam Widyarini
(Kandidat Doktor Psikologi)