JAKARTA, KOMPAS.com — Anda pendukung atau penentang RUU Antipornografi? Simak pendapat pakar seksologi nomor satu di Indonesia ini tentang pornografi.
”Ada alasan tertentu mengapa orang senang terhadap pornografi,” ujar Prof Dr Wimpie Pangkahila, Sp.And.
Pertama, mendapat tambahan informasi tentang perilaku seksual walaupun tidak selalu benar secara ilmiah. Kedua, pornografi memberikan kesempatan untuk melatih secara imajinasi tentang sesuatu yang ingin diketahui. Ketiga, mendapatkan sesuatu yang bersifat rekreasi.
Pada masa lalu, orang berpendapat bahwa pria lebih kuat mengalami reaksi seksual terhadap rangsangan audiovisual daripada perempuan. Ternyata pendapat ini salah.
Menurut Prof Wimpie, pria dan perempuan sama dalam mengalami reaksi seksual terhadap bahan yang bersifat erotis. Karena itu, bagi orang dewasa yang mengalami gangguan fungsi seksual tertentu, pornografi yang dirancang khusus diakui mempunyai manfaat.
Rangsangan seksual yang diberikan oleh pornografi dapat menimbulkan reaksi seksual, baik pada pria maupun perempuan. Reaksi seksual yang muncul dapat bersifat fisik atau psikis.
Meski begitu, reaksi seksual yang muncul tidak sama kepada setiap orang. Bahkan, bagi sebagian orang, pornografi yang disaksikan justru menimbulkan reaksi yang tidak menyenangkan.
Kenyataan ini sekali lagi menunjukkan bahwa tidak ada pegangan yang pasti dan obyektif untuk menentukan apakah suatu bahan tergolong pornografi atau tidak, dalam kaitan dengan munculnya reaksi seksual dan perilaku seksual.
Perilaku seksual
Perilaku seksual manusia, baik pria maupun perempuan, menurut Prof Wimpie, dipengaruhi oleh 5 faktor. Pertama, dorongan seksual. Kedua, pengalaman seksual sebelumnya. Ketiga, pengetahuan seksual. Keempat, nilai sosial budaya. Kelima, lingkungan.
”Perilaku seksual sebenarnya merupakan ekspresi dorongan seksual, yang lebih khusus dinyatakan dalam bentuk aktivitas seksual, termasuk hubungan seksual,” ujar guru besar Kedokteran Universitas Udayana, Bali, ini.
Dorongan seksual sendiri, menurut dia, dipengaruhi oleh 5 faktor. Pertama, hormon seks. Kedua, keadaan kesehatan tubuh. Ketiga, faktor psikis. Keempat, pengalaman seksual sebelumnya. Kelima, rangsangan seksual dari luar.
Rangsangan seksual dari luar dapat berupa rangsangan yang bersifat fisik ataupun psikis. Rangsangan fisik, misalnya, ciuman dan rabaan, sedangkan rangsangan psikis, antara lain, khayalan dan pornografi.
”Rangsangan seksual ini dapat atau tidak dapat menimbulkan reaksi seksual bagi yang menerimanya. Reaksi yang muncul sangat bergantung pada jenis dan intensitas rangsangan seksual bagi yang menerima,” katanya.
Karena itu, sebagian orang mengalami reaksi seksual yang cukup ketika menerima suatu rangsangan. Sebagian lain tidak mengalami reaksi seksual yang cukup dan sebagian yang lain lagi justru bereaksi negatif terhadap rangsangan seksual yang diterima.
Namun, bukan berarti setiap orang yang mengalami reaksi seksual harus selalu mengekspresikannya dalam bentuk aktivitas seksual. Faktor lain, seperti disebut di atas, ikut berpengaruh sehingga munculnya dorongan seksual tidak harus selalu diekspresikan dalam bentuk aktivitas seksual, termasuk hubungan seksual.
Itulah pula yang membedakan manusia dengan binatang, bukan? @ wid