Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sembelit Jangan Dianggap Remeh

Kompas.com - 10/06/2010, 08:04 WIB

Oleh : Indira Permanasari

JAKARTA, KOMPAS.com - Sembelit alias sulit buang air besar kerap dipandang enteng dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, sembelit yang dibiarkan berlarut-larut berpengaruh buruk bagi kesehatan, termasuk mengakibatkan kanker. Kebiasaan buang air besar juga bisa menjadi pertanda hadirnya penyakit lain.

"Orang kerap abai meski berkali-kali hanya satu kali buang air besar dalam seminggu,” ujar Dadang Makmun, Sekretaris Jenderal Perkumpulan Gastroenterologi, dalam jumpa pers mengenai Konsensus Nasional Penatalaksanaan Konstipasi 2010 akhir pekan lalu. Bahkan, pernah terdapat kasus seseorang yang tidak buang air besar selama satu bulan.

Persoalan sembelit sebetulnya cukup umum atau ada di sejumlah negara. Di negara maju, seperti Amerika, gangguan ”ke belakang” akan menguras kantong. Kunjungan ke rumah sakit akibat konstipasi terhitung 2,5 juta orang setahun. Dari jumlah itu dan 100.000 orang terpaksa dirawat di rumah sakit. Di negeri itu, total pengeluaran untuk laksatif (obat pencahar) mencapai 800 juta dollar AS. ”Di Indonesia belum ada data nasional gangguan sembelit,” ujar Dadang.

Dia mencontohkan, dari 2.397 pasien di RSUPN Cipto Mangunkusumo yang menjalani pemeriksaan kolonoskopi tahun 1998–2005, 9 persen dengan konstipasi. ”Diduga, jumlah penderita konstipasi di Indonesia cukup besar,” ujarnya.

Sebesar 36,4 persen menderita wasir dan sekitar 8 persen di antaranya menderita tumor ganas atau kanker usus besar. Terkadang ditemukan pula polip. Semakin lama kotoran di dalam perut, kontak dengan dinding usus bertambah sehingga rawan menyebabkan perubahan atau mutasi sel pada dinding usus.

Konstipasi didefinisikan sebagai frekuensi buang air besar kurang dari normal dengan waktu lama, kesulitan, dan disertai rasa sakit saat mengeluarkan tinja. Faktor yang mendasari konstipasi, antara lain, adalah kurang gerak, kurang minum, kurang serat, sering menunda buang air besar, kebiasaan menggunakan obat pencahar, efek samping obat-obatan tertentu, dan depresi. Gangguan lebih berat, seperti usus terbelit, usus tersumbat, dan kanker usus besar, juga bisa menjadi penyebab.

Proses buang air besar dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang mengantarkan tinja ke rektum (poros usus) untuk dikeluarkan. Tinja masuk dan meregangkan pipa poros usus diikuti relaksasi otot lingkar dubur dan kontraksi otot dasar panggul. Poros usus akan mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot-otot dinding perut.

Dilihat dari waktu

Ari Fahrial Syam dari Divisi Gastroenterologi RSUPN Cipto Mangunkusumo menegaskan, konstipasi dilihat dari waktu dan bentuk kotoran. Waktu transit makanan di dalam usus berkisar 12–72 jam. Frekuensi buang air besar kurang dari tiga kali dalam satu minggu sudah termasuk konstipasi.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com