Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Pada anak, jenis kanker yang paling sering ditemukan adalah leukemia atau kanker darah. Kanker ini bisa menyerang bahkan sejak anak dilahirkan. Semakin dini kanker ditemukan, semakin besar peluang untuk diupayakan kesembuhan.
Ketika usia Adzi menginjak dua tahun, orangtuanya, Rusfin (39) dan Dian Ekasari (36), menemukan kejanggalan pada anak sulungnya. ”Telapak tangan dan kakinya putih pucat. Tidak tampak bercak-bercak kemerahan seperti umumnya,” kata Rusfin.
Mereka kemudian membawa Adzi ke rumah sakit. Semula Adzi didiagnosis menderita anemia berat. Namun, setelah diberi obat, kondisi pucat tidak hilang. Adzi juga sering demam dan muncul bintik-bintik merah di kulitnya sehingga dikira terserang demam berdarah.
Lewat pemeriksaan darah, dokter menemukan leukemia di tubuh Adzi. Ia kemudian dirawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Untunglah, sebagian biaya ditanggung asuransi.
Sejak tahun 2008, Adzi menjalani pengobatan. Oleh dokter, ia dianjurkan menjalani transplantasi sumsum tulang belakang. Biayanya diperkirakan mencapai Rp 2 miliar.
”Secara pribadi, saya sudah tidak sanggup. Namun, kami ditolong oleh relawan Yayasan Pita Kuning untuk mengumpulkan dana,” kata Rusfin, pegawai sebuah perusahaan pertambangan di Papua.
Berubah sifat
Kanker merupakan salah satu penyakit paling ditakuti. Ketika seseorang didiagnosis menderita kanker, yang terbayang di benak adalah tingginya biaya pengobatan, rasa nyeri yang luar biasa, hingga bayang-bayang kematian.
Rusfin tidak pernah menyangka anaknya terkena kanker darah. Sepengetahuan ayah dua anak itu, dalam keluarganya maupun keluarga istrinya tidak pernah ada riwayat kanker. Ia dan istrinya juga selalu mengupayakan makanan sehat untuk anak-anaknya.
Dokter spesialis anak Rumah Sakit Kanker Dharmais, Eddy Tehuteru, mengatakan, penyebab kanker sampai sekarang masih misterius. Ia menjelaskan, secara umum, ada dua kelompok besar kanker, yaitu kanker padat dan kanker cair.
Kanker padat tumbuh berupa benjolan yang bisa terjadi di semua organ tubuh. Adapun kanker cair disebut dengan kanker darah (leukemia). Leukemia terjadi ketika sumsum tulang memproduksi sel darah putih (leukosit) secara berlebihan. Sebagian sel darah putih itu berubah sifat menjadi ganas. Akibatnya, sel darah putih yang seharusnya menjadi ”tentara” untuk melindungi tubuh justru menekan trombosit (keping darah) dan eritrosit (sel darah merah).
Karena mengalir bersama darah, sel darah putih menyebar termasuk ke otak, gusi, kulit, tulang, hati, limpa, dan testis.
Serangan sel darah putih yang mengganas itu bisa dilihat sebagai gejala. Bila kadar eritrosit dalam darah rendah, anak akan terlihat pucat. Gejala lain, anak mengalami demam berulang kali. Sementara itu, kadar trombosit yang rendah menyebabkan perdarahan, baik di kulit, gusi, atau hidung. Trombosit berperan dalam pembekuan darah.
”Bila anak memiliki ketiga gejala ini, paling tidak dua gejala, patut dicurigai terkena leukemia,” kata Eddy. Untuk mengonfirmasi, dilakukan cek darah, yaitu mengecek jumlah haemoglobin (pengangkut oksigen dalam sel darah merah), leukosit, dan trombosit.
Pada tahap lanjut, ketika sel kanker mulai menyebar ke organ tubuh, anak akan mengalami kejang, gusi bengkak, nyeri tulang, perut membesar karena hatinya rusak dan testis membesar dan keras.
Kepala Bagian Onkologi Anak RS Kanker Dharmais, dokter spesialis anak Anky Tri Rini Kusumaning Edhy, mengingatkan, bila orangtua menemukan gejala yang mencurigakan pada anak, jangan ragu-ragu untuk memeriksakan anak ke rumah sakit. ”Kalau hasilnya negatif kanker, orangtua bisa tenang. Tetapi, kalau ternyata ada kanker, setidaknya bisa terdeteksi sejak dini,” kata Anky.
Leukemia menduduki urutan tertinggi dari jumlah kasus kanker pada anak. Data kasus di RS Kanker Dharmais menunjukkan, sejak tahun 2006-2010, rata-rata ada 56 kasus kanker pada anak. Dari jumlah itu, kasus yang paling banyak ditemukan adalah leukemia.
”Angka ini bukan angka nasional karena kita tidak memiliki data angka kasus di seluruh rumah sakit di Indonesia,” tutur Anky.
Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) menyebutkan, setiap tahun ada 4.100 anak terkena kanker.
Leukemia bisa menyerang anak dari berbagai golongan umur, mulai dari anak balita hingga menjelang dewasa muda, bahkan orang dewasa. Pada anak, leukemia bahkan bisa terjadi sejak anak dilahirkan.
Faktor apa saja yang bisa menyebabkan seorang anak terkena leukemia sampai sekarang belum bisa dipastikan. Namun, ada faktor risiko yang menyebabkan seseorang berpeluang terkena leukemia, yaitu faktor genetik dan gaya hidup tidak sehat seperti merokok atau terpapar asap rokok. Kebiasaan mengonsumsi makanan tidak sehat, yaitu mengandung bahan kimia, juga meningkatkan risiko anak terkena leukemia.
Menurut Anky, gaya hidup yang semuanya ingin serbacepat memengaruhi pola konsumsi makanan dan minuman. Orangtua dan anak-anak sekarang maunya serbapraktis. Mereka lebih memilih mengonsumsi makanan dan minuman yang siap makan dibandingkan dengan harus memasak sendiri.
Padahal, makanan dan minuman dalam kemasan ini, kalau dikonsumsi terus-menerus, akan berdampak pada kesehatan. Makanan dalam kemasan biasanya mengandung bahan pengawet, pemanis buatan, dan pemberi rasa sintetis yang semuanya berbahan kimia.
Kondisi lingkungan yang buruk juga bisa meningkatkan risiko anak terkena leukemia. Anak-anak yang lebih sering terpapar gelombang elektromagnetik dari saluran listrik tegangan tinggi, terkena radiasi, dan tinggal di lingkungan polutif lebih berisiko terkena kanker.
Kemajuan teknologi
Meski penyakit leukemia masih sulit disembuhkan, tetapi tetap ada peluang kesembuhan bila sejak awal sel-sel darah putih yang mengganas ini bisa dideteksi. Menurut Eddy, bila yang mengganas adalah sel darah putih dari jenis limfosit, peluang disembuhkan lebih besar. Namun, bila yang mengganas adalah jenis monosit yang bentuk kepingannya lebih besar dari limfosit maka akan lebih sulit disembuhkan.
Pada tahap awal, upaya untuk membunuh sel kanker darah adalah dengan kemoterapi, yaitu memberikan obat antikanker pada pasien. Obat-obatan ini bisa diberikan dengan cara ditelan, disuntikkan langsung ke pembuluh darah, otot, di bawah kulit atau di antara dua ruas tulang belakang.
Sayangnya, kata Eddy, masih banyak orang takut menghadapi kemoterapi. Kemoterapi tidak hanya membunuh sel kanker, tetapi juga sel-sel lain yang sehat.
Akibatnya, muncul dampak yang biasa disebut sebagai efek samping. Efek samping yang biasa muncul antara lain mual, muntah hebat, diare, sariawan, rambut rontok, sensitif terhadap sinar matahari, infeksi, demam, dan sulit buang air besar.
Namun, teknologi pengobatan sekarang sudah bisa meningkatkan kualitas hidup pasien kanker, antara lain ada obat-obatan untuk mengatasi mual, muntah, dan nyeri hebat yang muncul karena serangan kanker.
Obat-obatan yang diberikan tergantung dari seberapa hebat mual, muntah, dan nyeri yang dirasakan pasien. Untuk nyeri tingkat tinggi, misalnya, biasanya dokter memberikan morfin dalam kadar rendah.
Oleh Lusiana Indriasari
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.